Oleh : Zuhandri
Fakta & Derita
Disadari atau tidak, dunia sedang dijajah ideologi kapitalisme. Setelah hancurnya Khilafah
Islamiyah (1924) dan runtuhnya komunisme (akhir tahun 80-an), virus ideologi setan kapitalis-sekuler terus disebar ke seluruh negara di
dunia, termasuk Islam. Bahkan, ada sindiran bahwa negeri Muslim lebih sekuler dibanding negeri
kafir. Ini disebabkan kekuatan Ideologi Islam tidak lagi diperhitungkan dunia. Padahal,
ideologi Islam telah dicatat sejarah sebagai satu-satunya ideologi selama 1400
tahun pernah menguasai 2/3 dibawah institusi Daulah Khilafah. Namun, sekarang berputar 180o. Islam lemah di segala bidang. Umat tak kuasa menahan serbuan pemikiran dan
budaya yang bertentangan dengan aqidah Islam.
Kini, secara sistemik seluruh aspek kehidupan telah terpengaruh ideologi asing tersebut. Dalam sistem sekuler
lahirlah bentuk sistem/tatanan yang jauh
dari nilai-nilai agama. Akibat sekulerisme, dibidang ekonomi, sudah berkembang ekonomi kapitalistik. Bidang
politik, berkembang perilaku politik pragmatis,
kompromis, oportunis. Di bidang budaya, umat Islam cenderung hedonis. Kehidupan sosial egoistik dan
individualistik. Sikap beragama yang sinkretistik serta
paradigma pendidikan yang materialis. Dalam sistem pendidikan,
dibahas bagaimana kualitas produk sistem tersebut. Sistem pendidikan yang terpengaruh ideologi kapitalisme-sekuler, tidak akan memberikan ruang yang cukup bagi agama. Sebab agama bukanlah sesuatu yang penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, out put
sistem pendidikan seperti ini, hanya akan memproduksi manusia yang pandai secara
akademis. Tapi, dangkal dalam
pemahaman agama. Out put sistem ini akan mencetak manusia yang
sekuleristik, materialistik, oportunistik, dan individualistik. Memang manusia
seperti ini akan bisa ‘hidup’, namun jelas bukan ‘hidup yang benar’.
Dalam sistem pendidikan sekuler seperti yang terjadi sekarang, sukses
tidaknya seorang pembelajar
–dalam hal ini mahasiswa- tentunya hanya akan diukur
berdasarkan indikator-indikator akademik semata yang kering dari aturan agama. Meskipun dangkal dalam pemahaman
agamanya,
mahasiswa
tetap dikatakan sukses jika
studinya diselesaikan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Walaupun bodoh dalam tsaqofah Islam,
mahasiswa bisa disebut sukses jika indeks prestasi yang diraih mendekati angka 4,0. Apakah manusia seperti ini yang dikehendaki dunia dan Islam? Apakah manusia tipe ini yang layak menjadi barisan
terdepan dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam? Sungguh, Islam telah menetapkan
tujuan dalam sebuah proses pendidikan, yang hanya bisa dicapai bila sebuah
sistem pendidikan didasarkan pada ideologi Islam, bukan ideologi kapitalisme.
Maka, tujuan pendidikan Islam ialah
terbentuknya kepribadian Islam (Syakhshiyyah
Islamiyyah) yang dibekali dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang
diperlukan dalam kehidupan.
Mahasiswa;
Objek Dakwah Strategis
Ditinjau
dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus merupakan
satu kesatuan sistem yang mempunyai peranan penting
dalam perubahan sosial dan peri-kepemimpinan di tengah-tengah
masyarakat (Yusanto, 2000).
Dilihat
dari faktor usia, (1)
mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang berusia
muda. Dari segi potensi
manusiawi (2) termasuk memiliki taraf berfikir
di atas rata-rata. Pada usia semuda itu masih terbuka peluang bagi
perkembangan dan perubahan besar di masa datang. Termasuk kepribadiannya. Kendati
perubahan yang sangat drastis dan mendasar bisa pula terjadi
pada usia lanjut. Mahasiswa
juga merupakan (3) sosok
manusia yang idealisme,
suka berpihak pada suatu hal yang diyakini kebenarannya atau
sesuatu yang ia minati. Bahkan tak jarang mahasiswa mau memberikan seluruh yang dimilikinya demi keyakinannya. Terlepas apakah itu
benar atau salah
menurut Islam. Mahasiswa pun (4) memiliki kecenderungan
terhadap perubahan keadaan masyarakat. Mahasiswa tidak menyukai
kemandegan dan kemunduran. Sebab, yang dirasakan tidaklah
sesuai dengan dorongan jiwa muda yang penuh bara semangat gejolak idealisme. Masalahnya, akibat semangat super
tanpa kendali, mahasiswa kadang hanya sekedar menginginkan perubahan semu. Terserah, perubahan tersebut benar-benar menghasilkan
kebaikan atau keburukan. Pendek kata, pokoknya asal berubah. Perubahan ini lah yang terjadi berulang kali di negeri
besar seperti Indonesia. Mulai era Soekarno hingga SBY, tuntutan perubahan
terus diteriakan mahasiswa dan kaum intelektual. Namun, apa yang terjadi?
Masalah tak kunjung usai. Justru masalah kian bertambah dan rumit. Mengapa? Sebab,
selama ini perjuangan mahasiswa hanya berorientasi penyembuhan luka luar. Bukan
pada penyelesaian penyebab luka. Hasilnya, tuntutan yang ada sebatas seruan
ganti rezim penguasa. Padahal, saat kita menganalisis berbagai masalah bangsa,
sesungguhnya akar masalahnya terletak pada bobroknya sistem yang diterapkan di
negeri ini. Akibat salahnya paradigma mahasiswa, tak jarang idealisme mahasiswa
mudah dibayar oleh uang dan kekuasaan. Sehingga, wajar jika banyak masyarakat
memvonis perjuangan mahasiswa sama dengan partai politik peserta Pemilu
demokrasi di negeri ini. Arah perjuangan yang abu-abu, pragmatis, kompromis dan
oportunis. Akan tetapi,
tidak sedikit mahasiswa yang mampu menggambarkan secara jelas
perubahan yang hakiki dan
berani mematahkan pemikiran yang salah. Dengan kebiasaan berpikir mendalam, kekuatan nalar, dan
imajinasinya menghantarkannya menjadi pemikir-pemikir muda ideologis. Mahasiswa jenis ini tidak hanya menjadi menjadi agent of change. Melainkan, agent of problem solver. Begitu istilah
penulis pinjam dari Ustadz Agung Wisnuwardana tatkala menyebut generasi
mahasiswa cerdas dan ideologis ini. Usia
muda mahasiswa
memberikan peluang pengembangan diri,
mengasah
dan menajamkan pemikiran. Perjuangan menegakkan idealisme tidak berhenti
hanya saat ia menjadi mahasiswa. Tapi berlanjut pada kehidupan pasca
kampus. Pembinaan intensif yang
diterima sejak
mahasiswa, melahirkan sikap
konsisten pada ideologi yang diemban. Ide dan pemikiran yang lahir dari ideology disebar dengan
berbagai cara. Saat semua itu telah dilakukan, terjun ke masyarakat adalah
harga mati. Walau rintangan dan kesulitan menantang setiap perjalanan. Justru, semua kesulitan menambah keyakinan pergerakan dan perjuangan. Inilah figur manusia yang memiliki kredibilitas
ide diakui secara obyektif oleh masyarakat. Pada
akhirnya, setelah melihat peluang dakwah yang sangat besar, dapat dikatakan
kampus dengan mahasiswanya memiliki posisi yang amat strategis bagi
perubahan masyarakat dan bangsa
dimasa mendatang.
Kelompok ideologis pun sadar
betul di dalam kampus didapatkan tunas muda yang bisa dibina
menjadi pengikut dan pejuang setia
ideologi kelompok tersebut.
Kampus ibarat tanah, lahan paling subur untuk penanaman ideologi. Tidak cuma penanaman tapi juga
panen. Dan
kampus, sebagai lahan pertanian tadi, terbuka untuk segala macam benih yang
saling bertentangan sifat hidupnya sekalipun.
Dakwah Kampus;
Tugas Siapa?
Tugas siapakah
itu?
SIAPA
SAJA, dan TAK SEORANG PUN. Ada tugas penting untuk dikerjakan dan SEMUA ORANG
diminta melakukannya. SEMUA ORANG yakin bahwa SESEORANG
akan melakukannya. SIAPA SAJA bisa melakukannya, tetapi TAK
SEORANG PUN yang melakukannya. SESEORANG menjadi marah tentang itu, sebab ini
tugas SEMUA ORANG. SEMUA
ORANG menganggap bahwa SIAPA SAJA dapat melakukannya, tetapi TAK SEORANG PUN
yang menyadari bahwa SEMUA ORANG tidak akan
melakukannya. Akhirnya,
SEMUA ORANG menyalahkan SESEORANG ketika TAK SEORANG PUN melakukan apa yang
bisa dilakukan oleh SIAPA SAJA.
(dikutip
dari Dr. Hisham Yahya Altalib dari bukunya Panduan Latihan Bagi Gerakan Islam,
1999)
Kisah di atas amat relevan dan
tampaknya akan selalu up to date bagi perubahan, perbaikan dan kinerja
pergerakan. Terlebih bagi suatu organisasi yang telah nyata-nyata mengidentikkan
diri sebagai wahana dakwah. Jika sekelompok mahasiswa sudah bersatu membentuk
kelompok pergerakan, maka upaya ini membuktikan bahwa harapan Islam itu masih
ada. Tergantung bagaimana dan siapa yang mewujudkannya.
Dakwah kampus adalah gerakan atau upaya
terus menerus mengajak mahasiswa/kaum intelektual ke jalan Allah. Dakwah kampus berupaya merubah
pikiran, perasaan dan tingkah laku mahasiswa dari jahiliah kepada Islam,
atau dari yang kurang Islami menjadi lebih Islami hingga terbentuk
tatanan masyarakat kampus Islam. Dakwah kepada mahasiswa kafir
bertujuan untuk merubah aqidahnya menjadi aqidah Islam. Sementara
kepada muslim, dakwah bertujuan untuk meningkatkan iman serta
ketaatannya pada aturan Allah. Dakwah semacam ini dapat dilakukan
secara perorangan (fardiah),
tapi tentu akan lebih efektif bila dijalankan secara berkelompok (jama'iyah). Yang paling tepat
dijalankan oleh negara (daulah).
Selama kehidupan Islam belum tegak, termasuk
di kampus, nilai-nilai utama Islam tidak akan sepenuhnya terwujudkan.
Mahasiswa akan hidup dalam nilai-nilai jahiliah. Secara alami justru
berefek pada dangkalnya aqidah dan lemahnya ketaatan pada syara’. Namun, perlu
ditegaskan. Akibat ramainya masalah yang melanda negeri, dakwah tetap bukanlah
tuntutan hidup. Sehingga, ketika masalah selesai, berakhir pula aktivitas
dakwah. Tapi, dakwah adalah kewajiban. Banyak dalil yang menyebutkan wajibnya
dakwah fardiyah dan jamaah.
Selanjutnya, tatkala aktivitas dakwah kampus telah
dilakukan maksimal. Berjalan sesuai rel dakwah Rasulullah saw. Bergerak sesuai
sistem dakwah yang telah dirintis sejak awal. Berhasil mencetak kader militan idealis
dan sistem yang ideologis, maka akan tercipta suatu masyarakat yang Islami.
Masyarakat yang terdiri atas kumpulan perasaan, pemikiran dan aturan. Mulai
dari yang nyeleneh hingga yang
sejalan dengan Islam.
Walhasil, jika dakwah kampus berjalan “super sukses”
di seluruh kampus dan setiap kampus tersebut “super sukses” diratakan oleh pergerakan
mahasiswa ideologis, maka Insya Allah, rezim dan sistem yang selama ini
dinanti-nanti akan segera terwujud. Segala lelah, keluh kesah, luka dan derita mahasiswa
ideologis akan dibayar dengan kenikmatan dan kemuliaan hidup yang diridhoi-Nya.
Amin. Wallahu’alam
Khatimah
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu (Islam) dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”
QS. An Nahl: 125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar