Sabtu, 24 Maret 2012

Pengaruh Massa Ragi & Lama Fermentasi Terhadap Pembentukan Etanol dari Ampas Kelapa


H. M. Faizal 1), Zuhandri 2), Ivan Andrio 2)
1)Dosen Jurusan Teknik Kimia – Universitas Sriwijaya
2)Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia – Universitas Sriwijaya

Abstrak
Bioetanol merupakan merupakan salah satu energi alternatif pengganti minyak bumi. Komponen utama pada limbah pertanian dan industri yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelapa menghasilkan ampas kelapa yang dapat diolah menjadi bioetanol. Etanol dibuat dengan proses fermentasi dengan bantuan Saccharomyces Cereviciae. Penelitian ini bertujuan  mempelajari pemanfaatan ampas kelapa untuk dibuat etanol dengan proses fermentasi dan mempelajari pengaruh waktu dan massa ragi  yang berpengaruh terhadap volume dan kadar alkohol.  Percobaan dilakukan dengan penyiapan ampas kelapa, selanjutnya ampas kelapa disterilkan dan didelignifikasi, dituangkan kedalam erlemeyer  bersama ragi  (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr, 15 gr), waktu operasi (4 hari, 5 hari dan 6 hari),  pH 4, kemudian analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa percobaan pada massa ragi 15 gr dan waktu fermentasi hari keenam memberikan volume alkohol 3,6 ml dan kadar  alohol tertinggi yaitu 9,49%.
Kata kunci : ampas kelapa, lignoselulosa, kromatografi gas, kadar alkohol.

Substitution bioethanol as one of energy source has been selected as an alternative source for the fossil fuel substitution. The main component in those waste materials is lignocellulose that contained cellulose, hemicellulose and lignin. The cocos nucifera produces leftover coconut flesh which can made to be bioethanol. Ethanol obtained by fermentation with Saccharomyces Cereviciae. The goal of research were to study the exploration etanol from leftover coconut flesh by fermentation, the relation between reaction time and mass of yeast to produce alcohol. Researched start with preparation of leftover coconut flesh, sterilization and delignification leftover coconut flesh, mixed it with yeast (5 gr, 10 gr, 15 gr), time reaction was 4 days, 5 days and 6 days, pH 4, analyzed alcohol content use gas chromatografi. The highest volume alcohol 3,6 ml and alcohol content was 9,49% with optimum condition 15 gr yeast at sixth day.
Keyword : leftover coconut flesh, lignoselulose, gas chromatografi, alcohol content.

I.        PENDAHULUAN
          Indonesia yang semula adalah net-exporter dibidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer  BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia hanya mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat deficit BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia per barel mencapai USD 70. Dengan kata lain, pemerintah harus mengeluarkan Rp 170 miliar per hari (Erliza dkk, 2008 Tingginya harga minyak dunia menyebabkan harga BBM dalam negeri meningkat. Indonesia yang merupakan negara kapitalis pun akhirnya menyesuaikan harga BBM dengan mengurangi subsidi BBM. Hasilnya, sejak 1 Oktober 2005, harga BBM dalam negeri terus mengalami kenaikan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Artinya, jika terus dikonsumsi, tidak ditemukan cadangan minyak baru dan teknologi baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang. 
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi.  
Bahan bakar berbasis nabati salah satu contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti kelapa, serbuk kayu, umbi-umbian, tebunira, sorgum, nira nipah, jagung, dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan. Saat ini, bahan-bahan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya ampas kelapa yang banyak terdapat pada limbah industri pengolahan kelapa. Ampas kelapa sangat asing dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Selama ini, sisanya hanya ditumpuk atau dibuang sehingga mudah mencemari lingkungan. Bahkan ampas kelapa kebanyakan dijadikan pakan ternak.
Belum optimalnya peanfaatan amaps kelapa sebagai bahan baku bioenergi, memacu penulis untuk melakukan penelitian seberapa besar volume alkohol yang dapat dihasilkan ampas kelapa. Maka dari berbagai faktor yang telah disebutkan, harapan dari penelitian ini ialah tidak lepas untuk meningkatkan perkembangan industri bioetanol dari ampas kelapa sebagai sumber energi terbarukan.
Ada pun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.   Menganalisa dan mempelajari pengaruh lama fermentasi terhadap volume dan kadar etanol yang dihasilkan.
2.   Menganalisa dan mempelajari pengaruh massa ragi pada proses fermentasi terhadap volume etanol dan kadar etanol yang dihasilkan.
3.   Menganalisa dan mempelajari kondisi optimum menghasilkan etanol dari ampas kelapa melalui proses fermentasi. 
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.   Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap volume dan kadar etanol yang dihasilkan.
2.   Mengetahui pengaruh massa ragi pada proses fermentasi terhadap volume etanol dan kadar etanol yang dihasilkan.
3.   Mengetahui kondisi optimum menghasilkan etanol dari ampas kelapa melalui proses fermentasi. 

Ruang lingkup penelitian ini meliputi fermentasi ampas kelapa menjadi bioetanol dengan bantuan ragi roti (Saccharomyces Cereviciae). Dalam penelitian ini, peneliti memvariasikan waktu fermentasi dan massa ragi yang digunakan. Yaitu dengan variasi waktu 4-6 hari dan dengan variasi massa ragi 5 gram, 10 gram, dan 15 gram. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian yaitu ampas kelapa yang diperoleh dari pasar tradisional 26 Ilir Palembang, pada bulan November 2010. 

I.           FUNDAMENTAL
Kelapa dapat tumbuh pada wilayah tropis dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab. Namun, bila udara terlalu lembab dalam waktu yang lama, juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Ini disebabkan akan mengurangi penguapan dan penyerapan unsure hara. Adapun suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah 27-28 oC. Curah hujan rata-rata 1200-2500 mm per tahun. Sedangkan untuk pH antara 6,5-7,5.
Tanaman kelapa memiliki klasifikasi ilmiah yang digolongkan sebagai berikut:
- Divisi    : Spermathophyta
- Kelas    : Monocotyledoneae
- Ordo     : Palmales
- Famili  : Palmae
- Genus  : Cocos
- Spesies : Cocos Nucifera 
Sebaran tanaman ini meliputi Filipina, Indonesia, India, Vietnam dan Meksiko (Aun, 2006). Khusus di Indonesia tanaman ini terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara. Kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan produksi kelapa, yaitu :
1.       Faktor yang berasal dari udara, terutama sinar matahari, temperatur, curah hujan dan kelembaban.
2.       Faktor yang berasal dari dalam tanah, terutama partikel tanah, jenis tanah dan unsure hara.
        Potensi kelapa di Indonesia sangat besar. Hal ini terlihat dari produksi kelapa dalam negeri yang selalu memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini berpotensi besar sejalan dengan perkembangan bioenergi khususnya bioetanol berbahan kelapa. Tepatnya dari ampas kelapa.
Tabel 2.1. Produksi Kelapa Indonesia
Tahun
Produksi Kelapa (1.000 ton)
2001
2002
2003
2004
2005
833
790
837
835
880
           Sumber : Oil World, Agustus 2006

Buah kelapa yang normal terdiri dari beberapa bagian, yaitu kulit luar (epicarp), sabut (mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging buah (testa), daging buah (endosperma), air kelapa dan lembaga. Sekitar 35% total berat buah kelapa merupakan berat sabut kelapa. Tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah kelapa kurang lebih 1 cm atau lebih.
Selain lemak, daging kelapa terdiri atas senyawa-senyawa organic atau anorganik yang menjadikan kalori dan gizi. Daging kelapa yang sudah masak dapat dijadikan kopra dan bahan makanan. Komposisi kimia daging kelapa ditentukan umur buah. Komposisi tersebut pada berbagai tingkat dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel ditampilkan bahwa semakin tua umur kelapa kandungan lemaknya semakin tinggi.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Daging Kelapa Berbagai Tingkat Umur
Analisis
(dalam 100 gr)
Buah Muda
Buah Setengah Tua
Buah Tua
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Thiamin
Asam Askorbat
Air
Bagian yang dapat dimakan
68 kal
1 gr
0,9 gr
14 gr
17 mg
30 mg
1 mg
0 mg
4 mg
83,3 gr
53,0 gr
180 kal
4 gr
13 gr
10 gr
18 mg
35 mg
1,3 mg
0,5 mg
4 mg
70 gr
53,0 gr
359 kal
3,4 gr
34,7 gr
14 gr
21 mg
21 mg
2 mg
0,1
2 mg
46,9 gr
53,0 gr

 Sumber. Thieme, J.G. (1968) dalam Ketaren, 1986

Nilai gizi daging buah kelapa sangat bervariasi tergantung beberapa faktor, baik faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam yang dimaksud adalah varietas kematangan atau kemasakan buah ketika dipetik. Adapun faktor luar yang dimaksud antara lain, budidaya tanaman kelapa. Faktor lingkungan, faktor teknologi lepas panen. Lengkapnya nilai gizi pada daging buah kelapa menghasilkan produk olahan.

Ampas Kelapa
Selama ini ampas kelapa (leftover coconut flesh) sebagian besar dimanfaatkan untuk pakan ternak. Atau, manfaat lain seperti penurun kolesterol karena ampas kelapa mengandung galaktomanan. Sehingga, dengan mengolahnya menjadi bioetanol maka akan meningkatkan daya guna dari ampas kelapa dan menjadi salah satu sumber bahan bakar alternatif di daerah sentra kelapa.
Ampas kelapa yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ampas yang tidak bisa menghasilkan kandungan santan (perasaan kelapa) berkualitas baik. Seperti yang pernah dilakukan tiga anak SMA Negeri 2 Pare, Kediri, Jawa Timur, yakni Muh. Wildan Yahya, Ardhy Purwo, dan Diana Sekar Sari yang memenangkan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-41 bidang Ilmu Pengetahuan Teknik yang diselenggarakan LIPI tahun lalu, dengan ampas kelapa 6,56 kg bisa menghasilkan seliter bioetanol berkadar 95 persen, sedangkan bagi seliter air kelapa, sebanyak 11,4 persennya bisa menjadi bioetanol (Tempo, 2009).

Tabel 2.3. Komposisi Kimia Ampas Kelapa
Karakteristik
Data Literatur
Protein (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Galaktomannan (%)
Manana (%)
Selulosa (%)
4,11
30,58
15,89
74,69
4,65
0,66
61
26
13
 Sumber : Barlina et al., 1997
Selulosa
Selulosa adalah polymer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polymer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan bantuan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.

Gambar 2.1. Skema Rantai Selulosa
 Hemiselulosa
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat.
Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.
Gambar 2.2. Gula Penyusun dari Hemiselulosa

Lignin
Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.
 
 
Gambar 2.3. Struktur Lignin

Pretreatment (Delignifikasi)
         Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial (Mosier, et al., 2005). Pretreatment terkadang merupakan tahapan yang banyak memakan biaya dan berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, & Lee, Coordinated development of leading biomass pretreatment technologies, 2005) (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, & Lee, Comparative sugar recovery data from laboratory scale application of leading pretreatment technologies to corn stover, 2005).
Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005).

 
 Gambar 2.4. Skematis Tujuan Pretreatment

Seperti dijelaskan pada gambar diatas, Proses pretreatment ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et al., 2005).

Hidrolisa Selulosa

         Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang digunakan pada pembuatan bioetanol dari bahan baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa asam.
         Hidrolisa sellulosa secara enzimatik memberi yield etanol sedilkit lebih tinggi dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Namun proses enzimatik tersebut merupakan proses yang paling mahal. Proses recycle dan recovery enzim sellulose diperlukan untuk menekan tingginya biaya produksi (Iranmahboob et al., 2002; Szczodrak dan Fiedurek, 1996).Selain itu, proses hidrolisa enzimatik memerlukan pretreatment bahan baku agar struktur sellulosa siap untuk dihirolisa oleh enzim (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Mengingat kerumitan proses hidrolisa enzimatik sebagaimana tersebut di atas, hidrolisa enzimatik dengan enzim sellulose mempengaruhi 43,7% biaya total produksi (Szczodrak dan Fiedurek, 1996).
Hemisellulosa dan selulosa mudah dihidrolisa menggunakan asam konsentrasi rendah (encer) pada kondisi reaksi moderat, akan tetapi diperlukan kondisi yang lebih ekstrim untuk dapat menghidrolisa sellulosa. Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya kehilangan asam dalam proses (Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada range konsentrasi 2-5% (Iranmahboob et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu reaksi ± 160oC. Suhu yang lebih tinggi akan mempermudah dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin (Mussatto dan Roberto, 2004). Fermentasi
Fermentasi alkohol adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan anaerob (Prescott dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar.
Bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi. Akan tetapi, untuk disakarida, pati (polisakarida) atau karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana. Selain itu, pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim. Tetapi sampai saat ini industri fermentasi masih memanfaatkan mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh lebih mudah dan murah.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, fermentasi alkohol merupakan proses terjadi karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol yang terbentuk dan aktifitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut umumnya berhubungan erat dengan penyediaan dan pemakaian nutrisi yang digunakan untuk menunjang aktifitas hidupnya (Said.e.g).
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi etanol :
1.     Jenis Mikroorganisme
Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir, kapang dan bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis substrat (bahan) yang digunakan sebagai medium, misalnya untuk menghasilkan etanol digunakan khamir Saccharomyces Cerevisae.
Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi. Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol yang dikehendaki.
2.     Lama Fermentasi
Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis ragi dan jenis gula. Pada umumnya diperlukan waktu 4 – 20 hari untuk memperoleh hasil fermentasi yang sempurna. Menurut Amarine (1982) fermentasi berlangsung dua sampai tiga minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya CO2.
3.     Derajat Keasaman
Pada umumnya pH untuk fermentasi buah-buahan atau pembentukan sel khamir dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0 – 5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba akan terganggu.     Untuk mengatur pH dapat digunakan NaOH untuk menaikan dan asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum difermentasi, sari buah dipasteurisasi ditambahkan dengan SO2. Hal ini untuk mencegah timbulnya bakteri dan khamir yang tidak diinginkan. Sumber SO2 adalah NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit.
4.     Kadar Gula
Kadar gula yang optimum untuk aktifitas pertumbuhan khamir adalah sekitar 10 – 18 %.
5.     Suhu
      Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang optimum yang berbeda-beda, untuk mikroba ini suhu optimumnya 19 – 32 oC.

 Etanol

Etanol atau disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna. Etanol merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol termasuk isomer konstitusional dari dimetil eter dan alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O.

Fermentasi gula (glukosa) menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia.



C6H12O6                                 2C2H5OH + 2CO2

     

         Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.



Tabel 2.4. Sifat Fisika dan Kimia Etanol

Properti
Nilai
Berat molekul (g/mol)
46,1
Titik beku (ºC)
-114,1
Titik didih normal (ºC)
78,32
Densitas (g/ml)
0,7983
Viskositas pada 20ºC (Cp)
1,17
Panas penguapan normal (J/kg)
839,31
Panas pembakaran pada 25ºC (J/kg)
29676,6
Panas jenis pada 25ºC (J/kg)
2,42
Nilai oktan (penelitian)*
106-111

(Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical Technolgy, vol 9, 1967) *American Petroleum Institute



Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung pati atau selulosa, maka etanol mampu menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal dengan istilah bioetanol. Salah satu proses pembuatan etanol dalam industri dengan cara fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memakai berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang umum digunakan antara lain,

1.     Sugar

Bahan – bahan ini mengandung gula atau disebut substansi sakarin yang rasanya manis. Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit, molase ( tetes ) buah-buahan yang langsung dapat difermentasikan menjadi alkohol

2. Starches

      Starches adalah bahan yang mengandung pati, gandum, kentang, akar tumbuh-tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi padian dan lain-lain. Bahan jenis ini terlebih dahulu harus dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis asam terlebih dahulu, agar dapat menjadi gula, kemudian difermentasikan menjadi etanol.

3.  Cellulose Material

      Bahan-bahan ini mengandung sellulosa, misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu, kulit kerang, ‘waste sulft liquor’ yang merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas. Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral atau larutan asam sebelum difermentasikan.

Evaporasi                                                                                             
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi.               

         Evaporasi merupakan perpindahan kalor ke zat cair mendidih yang sangat sering ditemukan sehingga biasanya ditangani sebagai satu operasi tersendiri. Tujuan evaporasi yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Evaporasi dilaksanakan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.

         Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian  evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan

Kromatografi Gas

Kromatografi adalah suatu cara pemisahan di dalam analisis kimia. Di dalam kromatografi diperlukan adanya dua fase yang tidak saling menyampur, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa zat padat yang ditempatkan dalam suatu kolom atau dapat juga berupa cairan terserap (teradsorpsi). Sedangkan fase gerak berupa gas (gas pembawa) atau cairan.

Campuran yang akan dipisahkan komponennya dimasukan ke kolom yang mengandung fase diam. Dengan bantuan fase gerak, komponen campuran itu kemudian dibawa bergerak melalui fase diam dalam kolom. Perbedaan antaraksi atau afinitas antara komponen-komponen campuran itu dengan kedua fase, menyebabkan komponen-komponen itu bergerak dengan kecepatan berbeda melalui kolom. Akibat adanya perbedaan kecepatan (differential migration), komponen-komponen itu terpisah satu sama lain.

Bagian-bagian alat kromatografi gas adalah :

1.   Tangki gas pembawa. Gas pembawa yang biasa digunakan seperti helium, hidrogen, dan nitrogen.

2.   Alat pengatur tekanan (regulator), regulator digunakan untuk mengatur tekanan gas-gas yang digunakan.

3.   Injection port. Tempat memasukkan cuplikan dengan cara penyuntikan. Waktu injeksi harus singkat, suhu lebih tinggi dari titik didih dan volume cuplikan berkisar 1-20 µL.

4.   Kolom. Tempat terjadinya proses pemisahan komponen-komponen cuplikan.

5. Oven. Berfungsi untuk memanaskan kolom dengan sesuai dengan titik didih cuplikan dan tingkat pemisahan yang diinginkan.

6.   Detektor. Mendeteksi komponen-komponen yang keluar dari kolom. Detektor ini akan mengirimkan isyarat listrik ke alat pencatat (recorder). Ada tiga jenis detektor kromatografi gas yaitu, Flame Ionisation Detector, Thermal Conductivity Detector, dan Electron Capture Detector.

7.   Recorder. Alat pencatat yang berfungsi untuk mencatat isyarat-isyarat.

III. METODOLOGI                         
                Waktu dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Kesetimbangan, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya sejak bulan November 2010 sampai Januari 2011. Kemudian dilanjutkan dengan analisa kemurnian alkohol menggunakan gas kromatografi yang dilakukan Laboratorium Teknik Kimia, Politeknik Negeri Sriwijaya pada tanggal 23 Agustus 2011.
Parameter – parameter yang dipilih pada penelitian ini antara lain :
1. Lama Fermentasi
Faktor – faktor yang mempengaruhi fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi. Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter yang dicoba karena lama waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi ampas kelapa untuk menghasilkan etanol yang maksimal, maka dilakukan parameter lama waktu. Lama waktu fermentasi berlangsung 4-6 hari.
2. Massa Ragi
Parameter lain yang juga dicoba adalah massa ragi. Saccharomyces Cereviceae yang terdapat pada ragi sebagai agen fermentasi, sangat berpengaruh untuk memperoleh   kadar dan volume etanol optimal. Berapa massa ragi yang dibutuhkan untuk memberikan hasil optimal, maka dipakai parameter massa ragi pada penelitian ini. Variasi massa ragi sebanyak 5 gram, 10 gram dan 15 gram.
 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ampas Kelapa
2. Saccharomyces Cerevisiae (ragi roti)
3. Aquadest
4. NaOH (Natrium Hidroksida)
5. Asam Sulfat (Asam Sulfat)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Neraca Analitis                                               
2. Gelas Ukur       
3. Pengaduk
4. Erlemeyer
5. Saringan 
6. Pipet tetes
7. Corong
8. Beker gelas                                      
6. Selang Plastik                                                  
7. Autoklaf          
8. Oven
9. Alumunium foil              
10. pH meter
11. Evaporator
12. Gas Kromatografi

Prosedur Penelitian
Persiapan Awal Perlakuan Ampas Kelapa
1.   Ampas kelapa dikeringkan dalam dalam oven pada suhu 100 oC selama 180 menit lalu didinginkan.
2.   Alat – alat yang digunakan pada proses delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi delignifikasi.
Delignifikasi
1.    Ampas kelapa seberat 500 gram dimasukan ke dalam beker gelas 1000 ml.
2.    Bahan baku (ampas kelapa) dicampurkan dengan NaOH 10% dalam autoklaf pada suhu 80oC selama 90 menit untuk memecah lignoselulosa menjadi selulosa, hemiselulosa dan lignin.
3.    Beker gelas ditutup rapat menggunakan alumunium foil.
Hidrolisis
1.      Alat – alat yang digunakan pada proses delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi hidrolisis.
2.      Dengan pengadukan yang merata, ampas kelapa hasil delignifikasi direaksikan/direndam dengan larutan H2SO4 0,75%% di dalam autoklaf pada suhu 126oC selama 240 menit. Perendaman ini bertujuan agar terjadi hidrolisis pada selulosa yang terkandung dalam ampas kelapa. Produk selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan hemiselulosa dipecah menjadi xylose.
3.      Ampas kelapa didiamkan selama 24 jam dengan beker gelas tertutup rapat alumunium foil.
Fermentasi
1.       Alat – alat yang digunakan pada proses fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi fermentasi.
2.       Hidrolisat ampas kelapa yang telah disesuaikan pH nya dimasukan ke fermentor (erlemeyer).  Hidrolisat dibagi menjadi 9 sampel dengan masing-masing massa 30 gram.
3.    Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae) dicampurkan dengan hidrolisat (ampas kelapa). Masing-masing dengan variasi massa 5 gram, 10 gram, dan 15 gram.
4.    Aquadest sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam masing-masing erlemeyer yang berisikan ragi roti dan hidrolisat.
5. Tutup rapat masing - masing erlenmeyer dengan alumunium foil supaya tidak ada kontaminan yang mengganggu fermentasi.
6.   Fermentasi dilakukan selama 4-6 hari.
Evaporasi
1.     Peralatan evaporasi dirangkai dengan benar.
2.     Hasil fermentasi lalu dimasukkan ke dalam labu.
3.     Hasil fermentasi dipanaskan dalam labu dengan menggunakan mantel (jaket) pemanas listrik.
4.     Temperatur hasil fermentasi dijaga pada suhu 80 ºC.
5.     Proses distilasi dilakukan selama 1,5–2 jam.
6.     Etanol yang dihasilkan kemudian ditimbang lalu ditutup rapat.
Analisa Kadar Etanol
1.   Persiapan larutan cuplikan (sampel) dan larutan baku.
2.   Persiapan operasi alat kromatografi gas.
3.   Injeksi larutan cuplikan dan larutan baku dengan cara penyuntikan.
4.   Puncak etanol akan terlihat dari kromatogram.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Proses pembuatan alkohol dari ampas kelapa yang telah dilakukan melalui proses fermentasi dengan variasi massa ragi dan lama fermentasi menghasilkan data seperti pada kedua tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 berisi data tentang pengaruh volume etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram. Sedangkan tabel 4.2. berisi data tentang pengaruh %yield etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram.

Tabel 4.1 Volume Etanol terhadap Variasi Lama Fermentasi dan Massa Ragi.
Volume
Aquadest
Lama Fermentasi
Massa
Bahan Baku
Identitas Sampel
Massa Ragi
Volume Etanol
50 ml
4 hari
30 gram
Sampel 1
5 gram
1,2 ml
Sampel 2
7,5 gram
1,3 ml
Sampel 3
10 gram
1,5 ml
Sampel 4
12,5 gram
2,0 ml
Sampel 5
15 gram
2,6 ml
50 ml
5 hari
30 gram
Sampel 6
5 gram
1,0  ml
Sampel 7
7,5gram
1,9 ml
Sampel 8
10 gram
2,8 ml
Sampel 9
12,5 gram
2,4 ml
Sampel 10
15 gram
2,1 ml
50 ml
6 hari
30 gram
Sampel 11
5 gram
1,9 ml
Sampel 12
7,5 gram
2,5 ml
Sampel 13
10 gram
3,2 ml
Sampel 14
12,5 gram
3,4 ml
Sampel 15
15 gram
3,6 ml

  Tabel 4.2. % Yield Etanol terhadap Variasi Lama Fermentasi dan Massa Ragi.
Volume Aquadest
Lama Fermentasi
Massa Bahan Baku
Identitas Sampel
Volume Etanol
%Yield
50 ml
4 hari
30 gram
Sampel 1
1,2 ml
24,36 %
Sampel 2
1,3 ml
26,41 %
Sampel 3
1,5 ml
30,26 %
Sampel 4
2,0 ml
40,51 %
Sampel 5
2,6 ml
52,56 %
50 ml
5 hari
30 gram
Sampel 6
1,0 ml
20,26 %
Sampel 7
1,9 ml
38,46 %
Sampel 8
2,8 ml
56,67 %
Sampel 9
2,4 ml
48,46 %
Sampel 10
2,1 ml
42,56 %
50 ml
6 hari
30 gram
Sampel 11
1,9 ml
38,46 %
Sampel 12
2,5 ml
50,51 %
Sampel 13
3,2 ml
64,87 %
Sampel 14
3,4 ml
68,97 %
Sampel 15
3,6 ml
72,82 %

Pembahasan
           Penelitian pembentukan etanol dari ampas kelapa dilakukan uji kuantitatif ( volume dan yield etanol) dan uji kualitatif (kadar etanol). Penelitian dilakukan dengan perlakuan (pretreatment) sebelum hidolisis dengan mencampurkan ampas kelapa sebanyak 30 gram ke dalam larutan NaOH 10% dengan kondisi operasi yang telah ditentukan. Selanjutnya, ampas kelapa dihidrolisa dengan menggunakan H2SO4 pada berbagai variasi perlakuan. Selanjutnya, hidrolisat difermentasi dengan variasi massa ragi (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr dan 15 gr) dan lama fermentasi (4 hari, 5 hari, dan 6 hari) untuk berikutnya masuk ke dalam tahapan evaporasi dan analisa kadar etanol.

Gambar 4.1. Volume Etanol (ml) terhadap Massa Ragi (gram)

Gambar 4.2. %Yield Etanol terhadap Massa Ragi (gram)

Grafik 4.1 merupakan grafik data kuantitatif yang menunjukkan hubungan volume etanol (ml) yang dihasilkan dengan variasi massa ragi (gram) dan lama fermentasi. Sedangkan grafik 4.2 menunjukkan hubungan yield etanol (%) terhadap massa ragi (gram). Adapun perhitungan persen yield etanol terlampir.
Dalam penelitian ini, variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram. Sedangkan, lama fermentasi divariasikan 4 hari, 5 hari dan 6 hari. Dari grafik dapat dilihat pengaruhnya, semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak volume yang dihasilkan. Begitu juga dengan yang terjadi pada persen yield-nya.
Berdasarkan data yang dihasilkan, etanol dengan volume terbanyak ditunjukkan pada hari keenam dengan massa ragi 15 gram. Sedangkan, etanol yang dihasilkan paling sedikit dihasilkan ditunjukkan pada hari kelima dengan massa ragi 5 gram. Dari 3 variasi lama fermentasi, ternyata pada hari kelima terjadi penurunan jumlah volume yang kemungkinan disebabkan karena tidak homogennya reaksi sintesa etanol, baik ketika proses delignifikasi, hidrolisis maupun fermentasi. Penyebab lain bisa juga dikarenakan kesalahan prosedur penelitian dan tidak sterilnya alat yang digunakan.
Melalui pendekatan tabel dan grafik di atas, secara kuantitatif didapatkan volume etanol maksimal terjadi pada kondisi operasi massa ragi 15 gram dan lama fermentasi 6 hari yaitu 3,6 ml. Dengan persen yield etanol yang dihasilkan 72,82%.
Sedangkan data kualitatif produk yaitu uji kadar etanol, telah dilakukan uji analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas (gas chromatografi). Dengan alasan keterbatasan biaya analisa dan sedikitnya volume produk yang dihasilkan, hanya 4 sampel saja yang dianalisa kadar etanol. Yaitu sampel 3, sampel 5, sampel 8 dan sampel 9. Pilihan sampel didasarkan pada jumlah volume produk akhir minimal 2 ml.

Tabel 4.3. Kadar Etanol Hasil Analisa Kromatografi Gas

Vol. Aquadest
Massa Bahan Baku
Identitas Sampel
Lama Fermentasi
Vol. Etanol
%Yield
Kadar Etanol
50 ml
30 ml
Sampel 5
4 Hari
2,6 ml
52,56%
2,57%
Sampel 8
5 Hari
2,8 ml
56,67%
1,01%
Sampel 13
6 Hari
3,2 ml
64,87%
2,23%
Sampel 15
6 Hari
3,6 ml
72,82%
9,49%
 
Analisa kadar etanol diuji menggunakan alat kromatografi gas jenis kolom carbowix 1500. Pada uji analisa pada 4 sampel tersebut, etanol tertinggi terkandung pada sampel 9 sebesar 9,49%. Sampel 9 dihasilkan dari hasil fermentasi 6 hari dan massa ragi 15 gram. Hal ini membuktikan bahwa kadar alkohol berbanding lurus dengan massa ragi dan lama fermentasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan antara lain :
1.     Massa ragi dan lama fermentasi mempengaruhi proses terjadinya fermentasi.
2.     Jumlah volume etanol yang dihasilkan berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi. Maksimum volume etanol yang dihasilkan yaitu pada hari keenam. Mencapai 3,6 ml.
3.    Jumlah kadar etanol yang dihasilkan berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi. Maksimum kadar etanol yang dihasilkan yaitu pada hari keenam yakni mencapai 9,49%.
4.     Kondisi variabel fermentasi terbaik dari penelitian ini adalah pada waktu fermentasi 6 hari dan massa ragi 15 gram yang menghasilkan persentase yield sebesar 72,82 %.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Wildan dan Bahan Bakar dari Kelapa. Diakses pada 5 November 2010 dari http:// www.kompetisi.lipi.go.id

Barlina, Rindengan. 1999. Pengembangan Berbagai Produk Pangan dari Daging Buah Kelapa Hibrida. Indonesian Agricultural Research and Development Journal.. Diakses pada 5 November 2010 dari http:// www.google.com

Hambali, Erliza. dkk., 2008. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa : Hidrolisis Asam. Diakses pada 6 November 2010 dari http://www. isroi.wordpress.com

Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa : Pretreatment. Diakses pada 6 November 2010 dari http://www. isroi.wordpress.com

Isroi. 2009. Bioethanol Selulosa Skala Kecil. Diakses pada 6 November 2010 dari http://www. isroi.wordpress.com

Tim Penulis. 2011. Modul Praktikum Laboratorium Kimia Analitik Instrumen. Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya.







1 komentar:

  1. wah bagus sekali ulasannya, kebetulan saya sedang tugas akhir dengan judul pembuatan dan pengujian bioetanol dari bahan dasar nira kelapa.. saya ingin sekali berdiskusi mengenai ulasan diatas, terimakasi

    BalasHapus