Ketika sukses, teman-teman mu kan melihat siapa sebenarnya kamu. Tapi, ketika kamu terjatuh, kamu yang akan lihat siapa sebenarnya teman-teman mu.
Kamis, 29 Maret 2012
Mimpi Saya Bangun Republik Maicih
VIVAnews - Dunia digital membuka peluang bisnis
menggiurkan: menjadi kaya raya tanpa perlu menunggu rambut beruban.
Bukan hanya bagi mereka yang mencipta aplikasi digital, tapi juga mereka
yang memanfaatkan aplikasi tersebut.
Simak saja kisah Reza Nurhilman. Dengan keterbatasan dana membangun usaha, pemuda 23 tahun ini meraih sukses tak terkira berkat dunia maya. Ia memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai media pemasaran.
Reza atau akrab disapa Axl adalah pemilik usaha keripik pedas 'Maicih', yang sempat membuat heboh remaja Bandung. Hanya setahun setelah meluncurkan usahanya di Twitter, ia mampu mengantongi omzet penjualan Rp4 miliar per bulan.
Berangkat dengan modal sekitar Rp15 juta, ia membuat permainan yang memancing penasaran Facebookers dan Tweeps. Ia merancang lokasi penjualan berpindah-pindah setiap hari, yang hanya dapat diketahui dengan melihat status Facebook (#maicih) atau Tweet Maicih (@infomaicih).
Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang buruan. Konsumen harus mengantre berjam-jam demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan, antrean pernah memanjang hingga satu kilometer. "Strategi pemasaran sengaja saya pilih berpindah-pindah sehingga orang penasaran untuk selalu mengetahui di mana keripik Maicih nongkrong," ucapnya.
Di tengah kesibukannya sebagai Presiden Maicih yang memimpin puluhan Jenderal Maicih, mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Maranatha itu menyempatkan berbincang dengan VIVAnews di kampusnya, Bandung, beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya:
Kapan usaha Maicih berdiri? 29 Juni 2010. Baru setahun, jadi masih bayi lah ya ...
Modal awal? Kalau diakumulasikan di awal, modal yang dipakai cuma Rp15 juta. Itu untuk bahan baku, dan membuat tungku penggorengan. Karena kami tidak menggoreng pakai kompor, jadi rasanya pasti beda.
Omset saat ini? Setiap bulan terus meningkat, dari omset yang hanya sedikit menjadi banyak. Saat ini, omset sebulan sudah menyentuh Rp4 miliar, dengan rata-rata per minggu lebih Rp750 juta.
Kemampuan produksi? Sekarang itu produksinya sudah sampai 75 ribu bungkus per minggu. Itu semua varian dari kripik, jeblak, gurilem. Dan, selalu habis.
Butuh berapa banyak bahan? Kalau gurilem dan jeblak pake tepung tapioka jadi literan. Kalau keripik satu ton itu bisa jadi 4.000 bungkus. Seminggunya bisa produksi sampai 25 ribu bungkus. Suplier kami juga bingung, kok permintaan kami bisa lebih banyak dari pada pabrik-pabrik besar, hehehe ...
Harga jualnya? Regulasi di Bandung, keripik level 3-5, gurilam dan jeblak itu Rp11 ribu, untuk keripik yang level 10 Rp15 ribu. Di luar Bandung, keripik level 3-5, gurilam dan jeblak Rp15 ribu, yang level 10 itu Rp18 ribu.
Nama Maicih darimana? Maicih itu terlahir waktu saya masih kecil. Biasanya, kalau saya dibawa mama ke pasar, suka ada ibu-ibu tua pake ciput dengan baju alakadarnya. Setiap belanja dia ngeluarin dompet, bonus dari toko emas yang ada resletingnya untuk masukin receh. Mama saya bilangnya itu dompet Maicih.
Beberapa tahun lalu, saya ketemu ibu-ibu yang sosoknya menyerupai Maicih dalam memori saya. Ibu-ibu paruh baya yang pakaiannya tradisional. Ternyata dia bisa bikin bumbu kripik pedas. Lalu, saya bikin brand Maicih. Ternyata bisa bikin orang lain suka, karena nyeleneh.
Jadi ibu-ibu itu yang buat? Dulu. Sekarang kami sudah kelola semua. Dulu merger, kalau sekarang kami sudah punya pabrik sendiri, managemen, produksi, pemasaran pure kami kelola sendiri.
Kenapa memilih rasa pedas? Emang sih ada risiko bolak-balik kamar mandi di awal kali coba, tapi kalau sudah biasa nyoba mah nggak akan, hehehe..
Kami memilih rasa pedas karena memberikan efek kecanduan apalagi untuk lidah orang Indonesia. Lagipula, produk ini sangat baik untuk kesehatan, fungsi jantung, dan detoksifikasi. Karena, rasa pedas Maicih dari rempah pilihan dan cabe tentunya, kami juga tidak pake bahan pengawet. Tapi, tetap bisa tahan sampai delapan bulan.
Keripik Maicih juga enak dimakan pake nasi, atau dicampur di lotek, mi rebus. Memang lebih enak kalau dikombinasikan dengan makanan-makanan lainnya.
Alasan pakai sosial media sebagai media pemasaran? Awalnya, pemasaran Maicih melalui temen-teman saja. Temen SMA saya waktu itu beli, trus dia nge-tweet, "Maicih enak yah." Ya udah saya lalu fokus ke Twitter, running aja.
Ada banyak alasan kenapa pemasarannya hanya melalui Twitter dan Facebook. Selain gratis, promosi di Twitter bisa jadi gong karena kekuatan marketingnya dibuat orang-orang yang beli Maicih. Orang yang belum tahu Maicih akan bertanya dan mereka yang nge-tweet soal Maicih akan dengan antusias menjelaskan.
Mereka yang sudah merasakan Maicih punya testimoni masing-masing. Jadi, saya tidak usah capek-capek promosi. Dengan Twitter, promosi seperti bola salju, terus membesar.
Ada pengalaman buruk? Paling cuma antrean yang panjang. Mereka rela mengantre walau hujan badai. Di setiap kota juga ngantre. Sekarang Jenderal-jenderal punya fans dan komunitasnya masing-masing.
Waktu kami launching produk gurilam di Braga Cafe. Mungkin kalau MURI tahu pasti dapet rekor antrean terpanjang karena antrean pada saat itu sampai satu kilometer, dari jam 5 sore sampai 11 malem.
Mengapa pakai konsep jualan nomaden? Kalau buka toko tetap takutnya malah habis, pas orang jauh-jauh datang. Mereka kan tahunya pusat Maicih di Bandung. Pas habis, nanti kami didemo lagi. heheheh ...
Waktu awal-awal, saya sih masih pake sistem cash on delivery (COD), jadi dianterin, mau satu bungkus pun saya anterin. Waktu itu saya percaya, "Sekarang saya ngejar-ngejar konsumen, tapi nanti suatu waktu konsumen yang ngejar-ngejar saya." Dan, sekarang terbukti. Karena, memang addict sih yah.
Takut jadi euforia sesaat karena keunikan penjualan? Nggak, karena beda mungkin ya. Kalau dibandingkan sama produk yang sempat fenomenal lainnya seperti salah satu es krim yang lagi 'hits'. Dari segi rasa, kalau orang penasaran sama produk tersebut pas dicoba sudah ilang penasarannya karena manis. Kalau pedas kan addict. Itulah seninya.
Akan ada penambahan rasa atau modifikasi rasa? Prosesnya tidak sederhana. Sebelum membuat produk baru, kita harus lihat dulu antusias konsumen akan seperti apa. Jadi, sekarang masih fokus ke tiga varian ini.
Kami fokuskan dulu ke kuantitas, menstabilkan kuntitas di skala nasional. Karena, masih banyak penduduk yang belum mencoba. Jadi, secara keseluruhan kami belum kuat, masih harus menguatkan network. Pokoknya, di setiap kota di Indonesia harus ada Maicih.
Takut ditiru? Kalau dari segi bumbu mah sulit. Tapi, kalau yang niru sekarang banyak. Kripik Maicih abal-abal ada sampai 30 produk. Yang pleset-plesetin banyak, ada 'Bukan si Emak', 'Maican'. Tapi saya tidak ambil pusing lah. Saya fokusin di produksi sama rasa saja.
Kami juga tidak hanya menjual keripik, tapi juga membangun network. Kami memantau produk dari Twitter karena kalau dari Twitter itu kan mudah mengetahui keluhan konsumen. Biasanya, keluhan konsumen itu, permintaan tempat penjualan. Jadi kami juga harus reset tempat. Ada data base untuk tempat yang belum ada Macih.
Takut ada reseller yang jual lebih mahal? Pernah ada yang melakukannya. Jadi sekarang, penjualan ke konsumen kami batasi karena takut ada penimbunan dan mark up. Tidak kesampaian jadi Jenderal terus dijual dengan harga sesukanya. Jadi, dijatahnya tergantung kultur di kotanya masing-masing. Biasanya sih ada batasnya 5-10 bungkus.
Usaha Maicih dibantu berapa karyawan?
Kalau karyawan sendiri tidak terlalu banyak, untuk segi pekerja itu sendiri paling sekitar 10-an termasuk bagian packing, masak, pembuat bumbu, dan distribusi. Selebihnya agen, yang kami sebut Jenderal Maicih.
Kenapa agennya disebut Jenderal? Nah, itu sebenarnya hanya marketing mix. Saya membuat bahasa marketing dengan nuansa yang berbeda supaya lebih menarik. Kalau saya sebutnya, "Ya ini agen Maicih," sepertinya kurang keren. Kalau disebut agen, seperti agen minyak dan kurang menjual. Bukan berarti mendeskritkan pekerjaan di luaran sana.
Saya sebut Jenderal agar value-nya bertambah, karena produk saya cuma keripik. Kami juga punya Menteri Perhubungan, yang megang jalur distribusi dan penjualan ke luar pulau. Saya seperti ingin membangun kerajaan sendiri.
Kerajaan sendiri, maksudnya? Kami bukan konglomerasi, bukan PT besar, kami punya sistem sendiri. Kami ingin buat Republik Icih (RI). Ada menteri-menterinya. Selain Menteri Perhubungan, Menteri Pangan (produksi), Menteri Keuangan yang mengurus database, input, omset, dan outputnya, ada juga Panglima Jenderal.
Panglima Jendral itu adalah Jenderal pertama yang merupakan sahabat SMA saya. Beliau ini yang mengurus semua restock semua Jenderal di seluruh Indonesia. Sekarang juga kami sudah punya gudangnya sendiri, Alhamdulillah.
Syarat menjadi Jenderal? Orang yang menjadi Jenderal dipilih yang memiliki intelektual baik, dan berkompeten. Dari segi SDM, kami nggak hanya asal menerima Jenderal, tetapi ada proses interview dan training. Kualitas mereka harus yang terbaik.
Jenderal bukan karyawan tapi mitra usaha. Mereka membeli lisensi untuk izin usaha. Jadi istilahnya, mereka adalah distributor atau agen resmi yang menjual kripik Maicih. Jadi bisa dipertanggungjawabkan.
Karena banyak yang mengatasnamakan Maicih atau memakai nama Maicih dengan cara yang tidak baik. Banyak konsumen yang dirugikan karena tertipu. Sementara Maicih yang asli itu hanya diinfokan oleh akun twitter @infoMaicih dan yang hanya dijual oleh para Jenderal.
Training Jenderal itu tentang apa saja? Seputar caracter building, knowledge, sikap, serta bagaimana menyikapi bisnis ini ke konsumen. Karena, mereka tidak hanya menjual keripik, tetapi juga education.
Saya sendiri sering sharing knowledge di training. Saya yang mengurus training, jadi mereka juga siap sebagai pengusaha dari segi mental. Mereka tidak hanya jual beli putus, tapi juga bisa dibilang independent bussiness owner (IBO). Jadi, merasa sebagai pemilik Maicih di kotanya masing-masing.
Biasanya, setiap bulan, kami (saya dan para Jenderal) evaluasi perkembangan penjualan, atau bikin event.
Sekarang sudah berapa Jenderal? Sudah ada sekitar 80-an di seluruh Indonesia. Mulai Februari 2011, sudah ada Jenderal di luar pulau Jawa. Ada di Papua, juga di dekat Nabire, dan Kalimantan.
Mereka tetap dituntut ke Bandung dulu sebelum mulai jualan. Kalau nggak, ya tidak satu visi. Mereka harus tahu dulu knowledge-nya seperti apa, mereka nggak hanya jual beli putus gitu, mereka harus ada loyalitasnya.
Kalau di Jabotabek, si Jenderal malah harus ke Bandung minimal sebulan sekali dan maksimal seminggu sekali. Jenderal-jenderal yang datang ke Bandung, biasanya mengambil barang sekaligus evaluasi, atau membuat setting penjualan di kotanya, objetive breakdown, atau bagaimana caranya dia menangani kasus per kasus saat dia memasarkannya.
Rekrutmen Jenderal pakai sistem angkatan. Kemaren itu batch 1, sekarang kami sudah mulai membuka batch 2. Kalau yang dulu, termasuk Jenderal sepuh itu temen-temen saya, sekarang sudah benar-benar open public.
Lisensi jadi Jenderal itu seperti apa? Mereka harus membeli izin usaha sekali seumur hidup. Izin usaha ini membuat dia resmi sebagai jenderal. Lisensinya itu hanya sekitar Rp300-an ribu. Tapi, di awal mereka harus mengambil all varian minimal 3.000 bungkus, berarti Rp30 juta. Biasanya sih 3.000 bungkus sudah pasti habis seminggu.
Kenapa memilih bisnis makanan? Jika kita ingin bangun usaha lebih baik fokus di bagian primer yaitu sandang, pangan, papan. Usaha sandang sebenarnya menjanjikan tapi di Bandung kan sudah banyak dan saya tidak punya skill disana. Selain itu, usaha sandang tidak ada repeat order karena konsumen kalau tidak beli, ya tidak akan mati.
Kalau bisnis papan seperti rumah, real estate, sangat menjanjikan karena setiap orang butuh tempat berteduh dan berlindung. Tapi, saya tidak punya modal. Kalau di pangan, tentu sangat menjanjikan. Kita mau buka restoran apa saja pasti laku. Tinggal bagaimana cara kita mempromosikan dan menyajikan produk yang berkualitas.
Latar belakang usaha? Saya itu lulus SMU di tahun 2005, empat tahun saya menganggur, dalam artian tidak kuliah. Saya baru kuliah itu 2009. Dalam empat tahun menganggur, saya jual beli barang seperti elektronik, pupuk. Semua saya jual. Akhirnya saya punya produk yang tepat dan kendaraan yang tepat.
Saya lahir dari tiga bersaudara, anak paling bungsu, dari ekonomi keluarga yang biasa-biasa saja. Waktu lulus SMU itu, ekonomi keluarga benar-benar drop, jadi saya memutuskan untuk menunda kuliah karena tidak mau membebani orangtua. Saya tidak memiliki figur seorang ayah, jadi mama saya banting tulang, kerja keras untuk menghidupi tiga orang anaknya. Saya tidak tega membebani lagi dengan biaya kuliah. Jadi selama empat tahun mulai agak berhasil apalagi dengan adanya Maicih.
Jadi, jatuh bangunnya saya ini, sebelum saya memulai bisnis Maicih. Baru pas Maicih, mungkin momen dan waktunya tepat. Saya percaya Tuhan itu memberikan rezeki pada umatnya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu terlambat. Tepat pada waktunya.
Banyak orang yang mencibir mungkin tidak tahu kerja keras saya dalam membentuk bisnis ini. Sudah biasa. Jadi ya sudah tebal muka.
Mungkin kalau Maicih ini dipegang orang lain tidak akan sebesar ini. Banyak orang yang melihat teknik pemasaran Maicih ini, tapi sebenarnya poinnya itu ada di leadership, bagaimana membuat tim ini jadi loyal. Dari omset yang hanya sedikit menjadi banyak. Omset sebulan aja sudah 4 milyar, mana ada orang yang percaya kalau dulu saya seperti itu.
Pandangan 5-10 tahun ke depan? Saya ingin pemasaran tidak hanya nasional tetapi go internasional. Sekarang sudah masuk sampai Singapura dan Jepang. Tapi sistemnya dikirim. Jendralnya TKI di sana. Kuantitasnya juga sudah lumayan walaupun nggak sebanyak di nasional, karena ongkos kirimnya juga mahal banget.
Saya juga ingin menjadi perusahaan multinasional karena kalau kuantitasnya sudah cukup besar saya ingin jadi PT. Tapi walaupun sudah jadi PT bukan berarti bisa dapet produk Maicih di mini market karena kami akan tetap menjaga sifat eksklusif si Maicih ini. Jadi, tetep Jenderal Jenderal yang memasarkannya.
Sebenarnya sih intinya supaya jendral-jendral ini bisa sejahtera sama-sama. Untuk itu, saya juga sudah memikirkan akan membuat Maicih Cafe dan di franchais kan. Menu makanannya untuk konsumen menengah ke bawah dan menengah ke atas. Mungkin, pizza pakai Maicih.
Tapi, di sana tidak akan menjual kripik per bungkus. Yang jual kripik Maicih bungkusan tetap Jenderal. Konsumen tinggal menikmati menu makanan di sana. Jadi, Jenderal-nya sekarang nabung. Ya, rata-rata Jenderal punya pemasukan Rp10 juta per bulan. Kalau mereka sudah punya tabungan cukup mereka dapat membeli franchais Maicih Cafe ini.
Tips anak muda untuk berbisnis? Anak-anak muda itu harus jauh lebih yakin. Jika ingin menekuni sesuatu harus konsisten, ngotot, dan antusias. Kita harus semangat kalau kita punya sesuatu, kita harus yakin. Untuk menuju puncak itu memang tidak mudah, tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tapi ketika kita mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan tercapai.
Maicih berawal dari impian, jadi kerja keras untuk mencapai impian tersebut itu harus. Tidak mungkin kita hidup selalu bergantung pada orang lain.
Simak saja kisah Reza Nurhilman. Dengan keterbatasan dana membangun usaha, pemuda 23 tahun ini meraih sukses tak terkira berkat dunia maya. Ia memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai media pemasaran.
Reza atau akrab disapa Axl adalah pemilik usaha keripik pedas 'Maicih', yang sempat membuat heboh remaja Bandung. Hanya setahun setelah meluncurkan usahanya di Twitter, ia mampu mengantongi omzet penjualan Rp4 miliar per bulan.
Berangkat dengan modal sekitar Rp15 juta, ia membuat permainan yang memancing penasaran Facebookers dan Tweeps. Ia merancang lokasi penjualan berpindah-pindah setiap hari, yang hanya dapat diketahui dengan melihat status Facebook (#maicih) atau Tweet Maicih (@infomaicih).
Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang buruan. Konsumen harus mengantre berjam-jam demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan, antrean pernah memanjang hingga satu kilometer. "Strategi pemasaran sengaja saya pilih berpindah-pindah sehingga orang penasaran untuk selalu mengetahui di mana keripik Maicih nongkrong," ucapnya.
Di tengah kesibukannya sebagai Presiden Maicih yang memimpin puluhan Jenderal Maicih, mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Maranatha itu menyempatkan berbincang dengan VIVAnews di kampusnya, Bandung, beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya:
Kapan usaha Maicih berdiri? 29 Juni 2010. Baru setahun, jadi masih bayi lah ya ...
Modal awal? Kalau diakumulasikan di awal, modal yang dipakai cuma Rp15 juta. Itu untuk bahan baku, dan membuat tungku penggorengan. Karena kami tidak menggoreng pakai kompor, jadi rasanya pasti beda.
Omset saat ini? Setiap bulan terus meningkat, dari omset yang hanya sedikit menjadi banyak. Saat ini, omset sebulan sudah menyentuh Rp4 miliar, dengan rata-rata per minggu lebih Rp750 juta.
Kemampuan produksi? Sekarang itu produksinya sudah sampai 75 ribu bungkus per minggu. Itu semua varian dari kripik, jeblak, gurilem. Dan, selalu habis.
Butuh berapa banyak bahan? Kalau gurilem dan jeblak pake tepung tapioka jadi literan. Kalau keripik satu ton itu bisa jadi 4.000 bungkus. Seminggunya bisa produksi sampai 25 ribu bungkus. Suplier kami juga bingung, kok permintaan kami bisa lebih banyak dari pada pabrik-pabrik besar, hehehe ...
Harga jualnya? Regulasi di Bandung, keripik level 3-5, gurilam dan jeblak itu Rp11 ribu, untuk keripik yang level 10 Rp15 ribu. Di luar Bandung, keripik level 3-5, gurilam dan jeblak Rp15 ribu, yang level 10 itu Rp18 ribu.
Nama Maicih darimana? Maicih itu terlahir waktu saya masih kecil. Biasanya, kalau saya dibawa mama ke pasar, suka ada ibu-ibu tua pake ciput dengan baju alakadarnya. Setiap belanja dia ngeluarin dompet, bonus dari toko emas yang ada resletingnya untuk masukin receh. Mama saya bilangnya itu dompet Maicih.
Beberapa tahun lalu, saya ketemu ibu-ibu yang sosoknya menyerupai Maicih dalam memori saya. Ibu-ibu paruh baya yang pakaiannya tradisional. Ternyata dia bisa bikin bumbu kripik pedas. Lalu, saya bikin brand Maicih. Ternyata bisa bikin orang lain suka, karena nyeleneh.
Jadi ibu-ibu itu yang buat? Dulu. Sekarang kami sudah kelola semua. Dulu merger, kalau sekarang kami sudah punya pabrik sendiri, managemen, produksi, pemasaran pure kami kelola sendiri.
Kenapa memilih rasa pedas? Emang sih ada risiko bolak-balik kamar mandi di awal kali coba, tapi kalau sudah biasa nyoba mah nggak akan, hehehe..
Kami memilih rasa pedas karena memberikan efek kecanduan apalagi untuk lidah orang Indonesia. Lagipula, produk ini sangat baik untuk kesehatan, fungsi jantung, dan detoksifikasi. Karena, rasa pedas Maicih dari rempah pilihan dan cabe tentunya, kami juga tidak pake bahan pengawet. Tapi, tetap bisa tahan sampai delapan bulan.
Keripik Maicih juga enak dimakan pake nasi, atau dicampur di lotek, mi rebus. Memang lebih enak kalau dikombinasikan dengan makanan-makanan lainnya.
Alasan pakai sosial media sebagai media pemasaran? Awalnya, pemasaran Maicih melalui temen-teman saja. Temen SMA saya waktu itu beli, trus dia nge-tweet, "Maicih enak yah." Ya udah saya lalu fokus ke Twitter, running aja.
Ada banyak alasan kenapa pemasarannya hanya melalui Twitter dan Facebook. Selain gratis, promosi di Twitter bisa jadi gong karena kekuatan marketingnya dibuat orang-orang yang beli Maicih. Orang yang belum tahu Maicih akan bertanya dan mereka yang nge-tweet soal Maicih akan dengan antusias menjelaskan.
Mereka yang sudah merasakan Maicih punya testimoni masing-masing. Jadi, saya tidak usah capek-capek promosi. Dengan Twitter, promosi seperti bola salju, terus membesar.
Ada pengalaman buruk? Paling cuma antrean yang panjang. Mereka rela mengantre walau hujan badai. Di setiap kota juga ngantre. Sekarang Jenderal-jenderal punya fans dan komunitasnya masing-masing.
Waktu kami launching produk gurilam di Braga Cafe. Mungkin kalau MURI tahu pasti dapet rekor antrean terpanjang karena antrean pada saat itu sampai satu kilometer, dari jam 5 sore sampai 11 malem.
Mengapa pakai konsep jualan nomaden? Kalau buka toko tetap takutnya malah habis, pas orang jauh-jauh datang. Mereka kan tahunya pusat Maicih di Bandung. Pas habis, nanti kami didemo lagi. heheheh ...
Waktu awal-awal, saya sih masih pake sistem cash on delivery (COD), jadi dianterin, mau satu bungkus pun saya anterin. Waktu itu saya percaya, "Sekarang saya ngejar-ngejar konsumen, tapi nanti suatu waktu konsumen yang ngejar-ngejar saya." Dan, sekarang terbukti. Karena, memang addict sih yah.
Takut jadi euforia sesaat karena keunikan penjualan? Nggak, karena beda mungkin ya. Kalau dibandingkan sama produk yang sempat fenomenal lainnya seperti salah satu es krim yang lagi 'hits'. Dari segi rasa, kalau orang penasaran sama produk tersebut pas dicoba sudah ilang penasarannya karena manis. Kalau pedas kan addict. Itulah seninya.
Akan ada penambahan rasa atau modifikasi rasa? Prosesnya tidak sederhana. Sebelum membuat produk baru, kita harus lihat dulu antusias konsumen akan seperti apa. Jadi, sekarang masih fokus ke tiga varian ini.
Kami fokuskan dulu ke kuantitas, menstabilkan kuntitas di skala nasional. Karena, masih banyak penduduk yang belum mencoba. Jadi, secara keseluruhan kami belum kuat, masih harus menguatkan network. Pokoknya, di setiap kota di Indonesia harus ada Maicih.
Takut ditiru? Kalau dari segi bumbu mah sulit. Tapi, kalau yang niru sekarang banyak. Kripik Maicih abal-abal ada sampai 30 produk. Yang pleset-plesetin banyak, ada 'Bukan si Emak', 'Maican'. Tapi saya tidak ambil pusing lah. Saya fokusin di produksi sama rasa saja.
Kami juga tidak hanya menjual keripik, tapi juga membangun network. Kami memantau produk dari Twitter karena kalau dari Twitter itu kan mudah mengetahui keluhan konsumen. Biasanya, keluhan konsumen itu, permintaan tempat penjualan. Jadi kami juga harus reset tempat. Ada data base untuk tempat yang belum ada Macih.
Takut ada reseller yang jual lebih mahal? Pernah ada yang melakukannya. Jadi sekarang, penjualan ke konsumen kami batasi karena takut ada penimbunan dan mark up. Tidak kesampaian jadi Jenderal terus dijual dengan harga sesukanya. Jadi, dijatahnya tergantung kultur di kotanya masing-masing. Biasanya sih ada batasnya 5-10 bungkus.
Usaha Maicih dibantu berapa karyawan?
Kalau karyawan sendiri tidak terlalu banyak, untuk segi pekerja itu sendiri paling sekitar 10-an termasuk bagian packing, masak, pembuat bumbu, dan distribusi. Selebihnya agen, yang kami sebut Jenderal Maicih.
Kenapa agennya disebut Jenderal? Nah, itu sebenarnya hanya marketing mix. Saya membuat bahasa marketing dengan nuansa yang berbeda supaya lebih menarik. Kalau saya sebutnya, "Ya ini agen Maicih," sepertinya kurang keren. Kalau disebut agen, seperti agen minyak dan kurang menjual. Bukan berarti mendeskritkan pekerjaan di luaran sana.
Saya sebut Jenderal agar value-nya bertambah, karena produk saya cuma keripik. Kami juga punya Menteri Perhubungan, yang megang jalur distribusi dan penjualan ke luar pulau. Saya seperti ingin membangun kerajaan sendiri.
Kerajaan sendiri, maksudnya? Kami bukan konglomerasi, bukan PT besar, kami punya sistem sendiri. Kami ingin buat Republik Icih (RI). Ada menteri-menterinya. Selain Menteri Perhubungan, Menteri Pangan (produksi), Menteri Keuangan yang mengurus database, input, omset, dan outputnya, ada juga Panglima Jenderal.
Panglima Jendral itu adalah Jenderal pertama yang merupakan sahabat SMA saya. Beliau ini yang mengurus semua restock semua Jenderal di seluruh Indonesia. Sekarang juga kami sudah punya gudangnya sendiri, Alhamdulillah.
Syarat menjadi Jenderal? Orang yang menjadi Jenderal dipilih yang memiliki intelektual baik, dan berkompeten. Dari segi SDM, kami nggak hanya asal menerima Jenderal, tetapi ada proses interview dan training. Kualitas mereka harus yang terbaik.
Jenderal bukan karyawan tapi mitra usaha. Mereka membeli lisensi untuk izin usaha. Jadi istilahnya, mereka adalah distributor atau agen resmi yang menjual kripik Maicih. Jadi bisa dipertanggungjawabkan.
Karena banyak yang mengatasnamakan Maicih atau memakai nama Maicih dengan cara yang tidak baik. Banyak konsumen yang dirugikan karena tertipu. Sementara Maicih yang asli itu hanya diinfokan oleh akun twitter @infoMaicih dan yang hanya dijual oleh para Jenderal.
Training Jenderal itu tentang apa saja? Seputar caracter building, knowledge, sikap, serta bagaimana menyikapi bisnis ini ke konsumen. Karena, mereka tidak hanya menjual keripik, tetapi juga education.
Saya sendiri sering sharing knowledge di training. Saya yang mengurus training, jadi mereka juga siap sebagai pengusaha dari segi mental. Mereka tidak hanya jual beli putus, tapi juga bisa dibilang independent bussiness owner (IBO). Jadi, merasa sebagai pemilik Maicih di kotanya masing-masing.
Biasanya, setiap bulan, kami (saya dan para Jenderal) evaluasi perkembangan penjualan, atau bikin event.
Sekarang sudah berapa Jenderal? Sudah ada sekitar 80-an di seluruh Indonesia. Mulai Februari 2011, sudah ada Jenderal di luar pulau Jawa. Ada di Papua, juga di dekat Nabire, dan Kalimantan.
Mereka tetap dituntut ke Bandung dulu sebelum mulai jualan. Kalau nggak, ya tidak satu visi. Mereka harus tahu dulu knowledge-nya seperti apa, mereka nggak hanya jual beli putus gitu, mereka harus ada loyalitasnya.
Kalau di Jabotabek, si Jenderal malah harus ke Bandung minimal sebulan sekali dan maksimal seminggu sekali. Jenderal-jenderal yang datang ke Bandung, biasanya mengambil barang sekaligus evaluasi, atau membuat setting penjualan di kotanya, objetive breakdown, atau bagaimana caranya dia menangani kasus per kasus saat dia memasarkannya.
Rekrutmen Jenderal pakai sistem angkatan. Kemaren itu batch 1, sekarang kami sudah mulai membuka batch 2. Kalau yang dulu, termasuk Jenderal sepuh itu temen-temen saya, sekarang sudah benar-benar open public.
Lisensi jadi Jenderal itu seperti apa? Mereka harus membeli izin usaha sekali seumur hidup. Izin usaha ini membuat dia resmi sebagai jenderal. Lisensinya itu hanya sekitar Rp300-an ribu. Tapi, di awal mereka harus mengambil all varian minimal 3.000 bungkus, berarti Rp30 juta. Biasanya sih 3.000 bungkus sudah pasti habis seminggu.
Kenapa memilih bisnis makanan? Jika kita ingin bangun usaha lebih baik fokus di bagian primer yaitu sandang, pangan, papan. Usaha sandang sebenarnya menjanjikan tapi di Bandung kan sudah banyak dan saya tidak punya skill disana. Selain itu, usaha sandang tidak ada repeat order karena konsumen kalau tidak beli, ya tidak akan mati.
Kalau bisnis papan seperti rumah, real estate, sangat menjanjikan karena setiap orang butuh tempat berteduh dan berlindung. Tapi, saya tidak punya modal. Kalau di pangan, tentu sangat menjanjikan. Kita mau buka restoran apa saja pasti laku. Tinggal bagaimana cara kita mempromosikan dan menyajikan produk yang berkualitas.
Latar belakang usaha? Saya itu lulus SMU di tahun 2005, empat tahun saya menganggur, dalam artian tidak kuliah. Saya baru kuliah itu 2009. Dalam empat tahun menganggur, saya jual beli barang seperti elektronik, pupuk. Semua saya jual. Akhirnya saya punya produk yang tepat dan kendaraan yang tepat.
Saya lahir dari tiga bersaudara, anak paling bungsu, dari ekonomi keluarga yang biasa-biasa saja. Waktu lulus SMU itu, ekonomi keluarga benar-benar drop, jadi saya memutuskan untuk menunda kuliah karena tidak mau membebani orangtua. Saya tidak memiliki figur seorang ayah, jadi mama saya banting tulang, kerja keras untuk menghidupi tiga orang anaknya. Saya tidak tega membebani lagi dengan biaya kuliah. Jadi selama empat tahun mulai agak berhasil apalagi dengan adanya Maicih.
Jadi, jatuh bangunnya saya ini, sebelum saya memulai bisnis Maicih. Baru pas Maicih, mungkin momen dan waktunya tepat. Saya percaya Tuhan itu memberikan rezeki pada umatnya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu terlambat. Tepat pada waktunya.
Banyak orang yang mencibir mungkin tidak tahu kerja keras saya dalam membentuk bisnis ini. Sudah biasa. Jadi ya sudah tebal muka.
Mungkin kalau Maicih ini dipegang orang lain tidak akan sebesar ini. Banyak orang yang melihat teknik pemasaran Maicih ini, tapi sebenarnya poinnya itu ada di leadership, bagaimana membuat tim ini jadi loyal. Dari omset yang hanya sedikit menjadi banyak. Omset sebulan aja sudah 4 milyar, mana ada orang yang percaya kalau dulu saya seperti itu.
Pandangan 5-10 tahun ke depan? Saya ingin pemasaran tidak hanya nasional tetapi go internasional. Sekarang sudah masuk sampai Singapura dan Jepang. Tapi sistemnya dikirim. Jendralnya TKI di sana. Kuantitasnya juga sudah lumayan walaupun nggak sebanyak di nasional, karena ongkos kirimnya juga mahal banget.
Saya juga ingin menjadi perusahaan multinasional karena kalau kuantitasnya sudah cukup besar saya ingin jadi PT. Tapi walaupun sudah jadi PT bukan berarti bisa dapet produk Maicih di mini market karena kami akan tetap menjaga sifat eksklusif si Maicih ini. Jadi, tetep Jenderal Jenderal yang memasarkannya.
Sebenarnya sih intinya supaya jendral-jendral ini bisa sejahtera sama-sama. Untuk itu, saya juga sudah memikirkan akan membuat Maicih Cafe dan di franchais kan. Menu makanannya untuk konsumen menengah ke bawah dan menengah ke atas. Mungkin, pizza pakai Maicih.
Tapi, di sana tidak akan menjual kripik per bungkus. Yang jual kripik Maicih bungkusan tetap Jenderal. Konsumen tinggal menikmati menu makanan di sana. Jadi, Jenderal-nya sekarang nabung. Ya, rata-rata Jenderal punya pemasukan Rp10 juta per bulan. Kalau mereka sudah punya tabungan cukup mereka dapat membeli franchais Maicih Cafe ini.
Tips anak muda untuk berbisnis? Anak-anak muda itu harus jauh lebih yakin. Jika ingin menekuni sesuatu harus konsisten, ngotot, dan antusias. Kita harus semangat kalau kita punya sesuatu, kita harus yakin. Untuk menuju puncak itu memang tidak mudah, tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tapi ketika kita mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan tercapai.
Maicih berawal dari impian, jadi kerja keras untuk mencapai impian tersebut itu harus. Tidak mungkin kita hidup selalu bergantung pada orang lain.
Rabu, 28 Maret 2012
Doa #1
Banyak pilihan dilalui dan ditemui. Saya akui itu. Namun seiring waktu dan kebersamaan, dengan sendiri ada eliminasi. Yang dianggap baik selama ini ternyata buruk. Yang dianggap banyak kesamaan, ternyata malah menjadi banyak masalah. Yang dianggap "sempurna", ternyata hanya luar fisik semata. Dan akhirnya, ada anugrah bisa menatapmu dari dekat meski tak lama, tak kubiarkan mataku
terpejam walau sedetik. Hanya untuk melihat matamu yang berpijar dan
senyum yang menentramkan jiwa. Ku temukan ketenangan & kenangan saat mengingatmu. Sungguh bila engkau bukan tercipta untukku, aku ingin Tuhan menciptakan
lagi seseorang yang sepertimu untukku. Tuhan tolong jodohkan aku dengan nya. Aamiin
-Doa ini..doanya adik tingkatku, yang saya copas dengan sedikit perubahan-
Selasa, 27 Maret 2012
Quote #2
2 hal yang harus kita lupakan. Kebaikan yang pernah kita lakukan ke orang lain. Dan keburukan orang yang pernah kita terima.
Kenangan manis itu..bukan untuk dilupakan, karena sekuat tenaga, Anda tidak akan pernah bisa menghapusnya. Tugas Anda hanyalah, menjadikan kenangan manis itu sebagai pembelajaran hidup Anda.
Minggu, 25 Maret 2012
Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Produksi Ethanol Melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase
M. Samsuri1,2, M. Gozan1, R. Mardias, M. Baiquni, H. Hermansyah1, A. Wijanarko1, B. Prasetya2, dan M. Nasikin1
1. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
2. Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor 16911, Indonesia E-mail: mgozan@che.ui.edu
1. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
2. Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor 16911, Indonesia E-mail: mgozan@che.ui.edu
Abstrak
Bagas merupakan residu padat pada proses pengolahan tebu menjadi gula,
yang sejauh ini masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang
mempunyai nilai tambah (added value). Bagas yang termasuk
biomassa mengandung lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk
dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif seperti
bioetanol atau biogas. Dengan pemanfaatan sumber daya alam
terbarukan dapat mengatasi krisis energi terutama sektor
migas. Pada penelitian ini telah dilakukan konversi bagas menjadi
etanol dengan menggunakan enzim xylanase. Perlakuan dengan enzim
lainnya saat ini sedang dikerjakan di laboratorium kami mengingat
hemisulosa juga mengandung polisakarida lainnya yang dapat
didekomposisi oleh berbagai enzim. Hasil penelitian menunjukkan
kandungan lignoselulosa pada bagas sebesar lebih kurang 52,7%
selulosa, 20% hemiselulosa, dan 24,2% lignin.
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh
enzim xylanase dan kemudian akan difermentasikan oleh yeast
S. cerevisiae menjadi etanol melalui proses Sakarifikasi dan
Fermentasi Serentak (SSF). Beberapa parameter yang dianalisis pada
penelitian ini antara lain kondisi pH (4, 4,5, dan 5), untuk
meningkatkan kuantitas etanol dilakukan penambahan HCl
berkonsentrasi rendah (0,5% dan 1% (v/v)) dan bagas dengan perlakuan
jamur pelapuk putih (L. edodes) selama 4 minggu. Proses SSF
dilakukan dengan waktu inkubasi selama 24, 48, 72, dan 96 jam.
Perlakuan dengan pH 4, 4,5, dan 5 menghasilkan konsentrasi etanol
tertinggi berturut-turut 2,357 g/L, 2,451 g/L, 2,709 g/L. Perlakuan
penambahan HCl konsentrasi rendah mampu meningkatkan produksi etanol,
penambahan dengan konsentrasi HCL 0,5 % dan 1 % berturut-turut
menghasilkan etanol 2,967 g/L, 3,249 g/L. Perlakuan dengan menggunakan
jamur pelapuk putih juga dapat meningkatkan produksi etanol yang
dihasilkan. Setelah bagas diberi perlakuan L. edodes 4
minggu mampu menghasilkan etanol dengan hasil tertinggi 3,202 g/L.
minggu mampu menghasilkan etanol dengan hasil tertinggi 3,202 g/L.
Keywords: bagasse, bioethanol, hemicelluloses, SSF, xylanase, S. cerevisiae, Lentinus edodes
1. Pendahuluan
Pengembangan bioenergi seperti bioetanol dari biomassa sebagai
sumber bahan baku yang dapat diperbarui merupakan satu alternatif
yang memiliki nilai positif dari aspek sosial dan lingkungan [1,2].
Etanol yang mempunyai rumus kimia C2H5OH adalah zat organik
dalam kelompok alkohol dan banyak digunakan untuk berbagai
keperluan. Pada umumnya etanol diproduksi dengan cara fermentasi
dengan bantuan mikroorganisme oleh karenanya sering disebut
sebagai bioetanol. Satu diantara energi alternatif yang
relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah
lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari
limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung
banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri
gula) atau tandan kosong kelapa sawit. Indonesia
memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah
seperti bagas. Industri gula khususnya di luar
jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah, seperti di PT.
Gunung Madu Plantantions, PT. Gula putih Mataran dan PT. Indo
Lampung di Propinsi Lampung. Selain itu keuntungan lain dari
pemanfaatan bioetanol adalah dapat digunakan mensubstitusi langsung
atau bahan campuran premium. Substitusi premium dengan
etanol sebagai bahan bakar transportasi secara tidak
langsung akan mengurangi emisi karbon dioksida. Hal
ini dimungkinkan karena dengan meningkatnya produksi bioetanol
akan mendorong penanaman tanaman sehingga emisi karbondioksida
yang dihasilkan akan terfiksasi melalui proses fotosintesis dari
tanaman penghasil biomas [3]. Teknologi proses produksi
etanol dalam proses hidrolisis biasanya dilakukan
dengan metode konvensional yaitu dengan menggunakan
asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl). Namun metode ini
kurang ramah lingkungan karena penggunaan asam dalam proses
tersebut disamping biaya bahan kimia tersebut yang relatif mahal
asam juga dapat menimbulkan korosif.
Pengembangan teknologi bioproses dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan [4]. Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk mengantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih [5] untuk perlakuan awal kemudian dengan menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas [6]. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan konversi bagas menjadi etanol. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa organik lainnya [7]. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industri etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl) [8]. Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF).
Pengembangan teknologi bioproses dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan [4]. Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk mengantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih [5] untuk perlakuan awal kemudian dengan menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas [6]. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan konversi bagas menjadi etanol. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa organik lainnya [7]. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industri etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl) [8]. Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF).
SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi et
al, 1977, yaitu kombinasi antara hidrolisis menggunakan
enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk fermentasi
gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF
sebenarnya hampir sama dengan dengan proses yang terpisah
antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi,
hanya dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi
dilakukan dalam satu reaktor. Secara singkat reaksi yang
terjadi melalui proses Simultaneous Sacharificatian
dan Fermentation (SSF). Keuntungan dari proses ini adalah
polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak
kembali menjadi poliskarida karena monosakarida
langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu
dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya
akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan.
2. Metode Penelitian
Persiapan sampel Bagas dihaluskan (kurang lebih 30-60 mesh) sehingga ukuran partikel lebih seragam, kemudian dikeringkan dengan oven selama 1 jam pada suhu 60-70 oC sehingga kadar air maksimal 10 % dan disimpan di tempat yang kering.
Persiapan sampel Bagas dihaluskan (kurang lebih 30-60 mesh) sehingga ukuran partikel lebih seragam, kemudian dikeringkan dengan oven selama 1 jam pada suhu 60-70 oC sehingga kadar air maksimal 10 % dan disimpan di tempat yang kering.
Enzim
Enzim komersial dipakai dalam hidrolisis yaitu enzim xylanase digunakan sebagai enzim pada proses hidrolisis dalam SSF. Stock pembiakan Saccharomyces Cerevisiae Saccharomyces Cerevisiae di-preculture pada Potato Dextrose Agar (PDA) 2%, Agar (0,25 g), H2O (50ml) dan diinkubasi selama 1-3 hari pada suhu 28 oC, kemudian digunakan sebagai yeast pada proses SSF. Persiapan yeast inoculum
Saccharomyces Cerevisiae dari stock di-preculture pada 50 ml medium (glukosa, 10 g l-1; yeast extract, 1,0 g l-1; KH2PO4, 0,1 g l-1; MgSO4.7H2O, 0,1 g l-1; dan (NH4)2SO4, 0,1 g l-1) dalam 200 ml flask, kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 100 rpm. Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak Medium untuk SSF sebanyak 5 ml terdiri dari sampel bagas (0,25 g), nutrients medium (2,5 ml), 0,05 M Nacitrate buffer (pH 5.0), selulase/xylanase (10 FPU), dan 10% (v/v) yeast inoculum. Sampel, nutrients medium dan buffer disterilisasi selama 121 oC dan 20 min pada autoclave, namun larutan enzim ditambahkan tanpa sterilisasi. Nutrients medium teridiri dari 1,0 g l-1 (NH4)2PO4; 0,05 g l-1 MgSO4.7H2O dan 2 g l-1 yeast extract. Kultivasi \ diambil dan dimasukan dalam test tube sebanyak 5.0 ml kemudian disentrifugasi menggunakan orbital shaker pada kecepatan 100 rpm selama 96 jam pada suhu 35 oC.
Enzim komersial dipakai dalam hidrolisis yaitu enzim xylanase digunakan sebagai enzim pada proses hidrolisis dalam SSF. Stock pembiakan Saccharomyces Cerevisiae Saccharomyces Cerevisiae di-preculture pada Potato Dextrose Agar (PDA) 2%, Agar (0,25 g), H2O (50ml) dan diinkubasi selama 1-3 hari pada suhu 28 oC, kemudian digunakan sebagai yeast pada proses SSF. Persiapan yeast inoculum
Saccharomyces Cerevisiae dari stock di-preculture pada 50 ml medium (glukosa, 10 g l-1; yeast extract, 1,0 g l-1; KH2PO4, 0,1 g l-1; MgSO4.7H2O, 0,1 g l-1; dan (NH4)2SO4, 0,1 g l-1) dalam 200 ml flask, kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 100 rpm. Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak Medium untuk SSF sebanyak 5 ml terdiri dari sampel bagas (0,25 g), nutrients medium (2,5 ml), 0,05 M Nacitrate buffer (pH 5.0), selulase/xylanase (10 FPU), dan 10% (v/v) yeast inoculum. Sampel, nutrients medium dan buffer disterilisasi selama 121 oC dan 20 min pada autoclave, namun larutan enzim ditambahkan tanpa sterilisasi. Nutrients medium teridiri dari 1,0 g l-1 (NH4)2PO4; 0,05 g l-1 MgSO4.7H2O dan 2 g l-1 yeast extract. Kultivasi \ diambil dan dimasukan dalam test tube sebanyak 5.0 ml kemudian disentrifugasi menggunakan orbital shaker pada kecepatan 100 rpm selama 96 jam pada suhu 35 oC.
Cairan bersih sampel diambil dengan sampling 24, 48, 72 dan 96
jam dan diuji etanol yang dihasilkan. Analisis lignin,
holoselulosa dan α-selulosa Lignin dianalisis dengan metode klason
lignin yangtermodifikasi yaitu dengan menambahkan asam sulfat 72%
pada sampel dan diaduk sampai hancur, diautoclave pada suhu 121 oC
selama 30 menit, disaring dengan kertas saring, dibungkus dengan
alumunium voil, di-oven selama 1 jam dan ditimbang
berat akhirnya. Analisis holoselulosa dan α-selulosa
dianalisis dengan metode wise yaitu sampel dicampur
dengan natrium klorat, asam asetat dan aquades,
diinkubasi dengan menggunakan air panas pada suhu 80
oC, didinginkan, difiltrasi dengan aquades dan
terakhir dibilas dengan aseton. Kemudian bagian
padat dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1-2 malam
dan ditimbang beratnya. Penentuan Konsentrasi
Etanol Konsentrasi etanol ditentukan dengan Gas
Kromatografi (GC) jenis SUPELCOWAX-10 (Supelco Inc., 0,53
mm i.d., 15 m, 0,5 mm, FID) pada temperature 50 oC. Sebelum
sampel diinjeksi kedalam GC terlebih dahulu mengukur larutan
standar yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan konsentrasi
etanol.
3. Hasil dan Pembahasan
Analisis Lignin Pada Bagas
Bagas sebagai biomassa sebagian besar tersusun dari polisakarida dan senyawa berbasis fenol terutama selulosa, lignin dan sedikit senyawa yang mudah larut atau sering dikenal sebagai senyawa abu. Hasil analisis menunjukan bahwa kandungan lignin pada bagas berkisar 24% dari total bagas. Kemudian kandungan holoselulosa pada bagas sekitar 70% dan kandungan α- selulosa berkisar 50%. Kandungan hemiselulosa adalah holoselulosa dikurangi α-selulosa yang berarti kandungan hemiselulosa pada bagas yaitu sebanyak 20%. Hasil Analisis lignin, holoselulosa dan α-selulosa. Pada penelitian sebelumnya [9] kandungan lignin pada lignoselulosic material secara umum termasuk bagas dapat dikurangi dengan perlakuan dengan jamur pelapuk putih. Beberapa jamur pelapuk putih yang sering digunakan untuk biodegradasi lignin diantaranya Pleurotus ostreatus, Phanerochaete sordila Pycnoporus cinnabarinus, Sporotricum pulverulentum, Cyathus strecoreus, Pleurotus chrysosporium, Ceriperiopsis subvermispora, Lentinus edodes, Pleurotus eryngi dan Corolus versicolor dan lain-lain. Jamur C. subvermispora dan L. edodes merupakan jamur yang cukup efektif dalam mendegradasi lignin dan juga mampu meningkatkan produksi etanol dari kayu [6].
Bagas sebagai biomassa sebagian besar tersusun dari polisakarida dan senyawa berbasis fenol terutama selulosa, lignin dan sedikit senyawa yang mudah larut atau sering dikenal sebagai senyawa abu. Hasil analisis menunjukan bahwa kandungan lignin pada bagas berkisar 24% dari total bagas. Kemudian kandungan holoselulosa pada bagas sekitar 70% dan kandungan α- selulosa berkisar 50%. Kandungan hemiselulosa adalah holoselulosa dikurangi α-selulosa yang berarti kandungan hemiselulosa pada bagas yaitu sebanyak 20%. Hasil Analisis lignin, holoselulosa dan α-selulosa. Pada penelitian sebelumnya [9] kandungan lignin pada lignoselulosic material secara umum termasuk bagas dapat dikurangi dengan perlakuan dengan jamur pelapuk putih. Beberapa jamur pelapuk putih yang sering digunakan untuk biodegradasi lignin diantaranya Pleurotus ostreatus, Phanerochaete sordila Pycnoporus cinnabarinus, Sporotricum pulverulentum, Cyathus strecoreus, Pleurotus chrysosporium, Ceriperiopsis subvermispora, Lentinus edodes, Pleurotus eryngi dan Corolus versicolor dan lain-lain. Jamur C. subvermispora dan L. edodes merupakan jamur yang cukup efektif dalam mendegradasi lignin dan juga mampu meningkatkan produksi etanol dari kayu [6].
Pada penelitian ini digunakan sampel bagas
yang telah diberi perlakuan dengan L. edodes selama 4
minggu karena jamur tersebut cukup efektif dalam mendegradasi
lignin [5]. Hal ini cukup penting karena lignin yang terdapat pada
bagas dapat menghalangi atau memperlambat akses enzim dalam
memecah polisakarida pada proses hidrolisis sehingga
dapat meningkatkan etanol yang dihasilkan dalam
proses fermentasinya [10]. Kemampuan jamur pelapuk putih untuk
proses biodegradasi lignin disebabkan jamur ini mampu menghasilkan
enzim-enzim seperti lignin peroxidase (LiP), manganese-dependent
peroxidase (MnP), dan laccase [11]. Enzim-enzim ini
mampu mengoksidasi senyawa-senyawa fenolik yang terdapat pada
lignin sehingga ikatannya akan rusak. Semakin banyak lignin yang
terdegradasi maka hidrolisis akan semakin sempurna sehingga proses
fermentasi untuk mengkonversi menjadi etanol akan optimal. Pada
bagas yang telah diberi perlakuan dengan L. edodes selama
4 minggu terjadi penurunan berat lignin, holoselulosa
dan α-selulosa. Hal ini terjadi karena bagas menjadi
media tumbuh jamur dan sumber makanan untuk tumbuh
dan berkembangnya jamur tersebut Produksi Etanol dengan Proses
SSF Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa
terdiri dari dua tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi.
Pada metode terdahulu proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan
secara terpisah atau Separated Hydrolisys and Fermentation (SHF)
dan yang terbaru adalah proses Simultaneous Saccharification
and Fermentation (SSF) atau Sakarifikasi dan
Fermentasi Serentak (SFS). Satu diantara beberapa keuntungan
dari proses SSF adalah hidrolisis dan fermentasi
dilakukan dalam satu wadah atau reaktor sehingga
dapat berlangsung secara efisien.
Hidrolisis bertujuan
untuk memecah polisakarida menjadi monosakarida sehingga dapat
langsung difermentasi oleh yeast. Pada penelitian ini hidrolisis
dilakukan secara biologis, yaitu menggunakan enzim. Enzim merupakan
protein yang bersifat katalis, sehingga sering disebut
biokatalis. Enzim memiliki kemampuan mengaktifkan senyawa lain
secara spesifik dan dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia yang
akan berlangsung lama apabila tidak menggunakan enzim. Enzim yang
digunakan harus sesuai dengan polisakarida yang akan
dihidrolisis. Berdasarkan data analisis pada sub-bab
sebelumnya, ternyata kandungan hemiselulosa pada bagas sebesar
± 17,5 %. Hemiselulosa terbentuk dari polisakarida
jenis pentosa dengan kandungan paling banyak adalah xylosa.
Oleh karena itu digunakan enzim xylanase untuk memecah
monomer-monomer xylan pada hemiselulosa menjadi xylosa. Setelah
polisakarida dipecah menjadi monosakarida, maka oleh yeast akan
difermentasi menjadi etanol. Monosakarida yang terbentuk akan
diubah oleh yeast menjadi alkohol dan karbondioksida (CO2).
Pada penelitian ini dilakukan perlakuan yang
berbeda agar hasil yang diperoleh dapat dibandingkan satu
sama lain. Perlakuan tersebut antara lain kondisi
derajat keasaman (pH) yang berlainan dan penambahan
asam dengan konsentrasi rendah serta menggunakan sampel yang
sudah diberi perlakuan dengan jamur pelapuk putih. Kondisi pH pada
proses ini dikontrol dengan menambahkan Na-citrate buffer. Variasi
pH setiap proses SSF ditambahkan Na-citrate buffer dengan
pH masing-masing sebesar 4, 4,5 dan 5. Sedangkan untuk variasi
penambahan asam yang digunakan pada proses ini adalah asam klorida
(HCl) dengan konsentrasi 0,5 % dan 1 %. Pada variasi penambahan
asam dan perlakuan jamur pelapuk putih pH dikondisikan sebesar 5.
Proses ini diinkubasi dan dishaker selama 96 jam,
dimana setiap 24 jam akan disampling untuk
dianalisis konsentrasi etanol yang telah terbentuk. Sehingga
dapat ditentukan waktu optimum untuk proses SSF. Pengaruh
Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan satu
diantara beberapa faktor penting yang mampu
mempengaruhi proses pada fermentasi etanol. Derajat
keasaman optimum untuk proses fermentasi adalah antara
4-5. Pada pH dibawah 3, proses fermentasi akan
berkurang kecepatannya. Pada penelitian ini divariasikan
kondisi pH pada proses SSF yaitu sebesar 4, 4,5 dan 5.
Derajat keasaman yang diinginkan diperoleh dengan menambahkan
Na-citrate buffer, penambahan buffer disini dimaksudkan agar
kondisi pH sesuai dengan besaran yang diinginkan. H paling tinggi dihasilkan pada proses dengan pH 5 yaitu sebesar
2,357 g/L pada 24 jam pertama sampai 2,639 g/L pada jam ke-96
sedangkan untuk pH 4 menghasilkan konsentrasi etanol paling sedikit
yaitu sebesar 2,028 g/L sampai 2,287 g/L.
Maka terbukti bahwa
yeast dapat berkembang dengan baik pada pH 5, oleh karena itu
konsentrasi etanol yang dihasilkan lebihtinggi [12]. Sedangkan untuk
hasil etanol per massa substrat untuk pH 4 sebesar 3,5 – 4,1 % , pH
4,5 sebesar 3,8 – 4,3 %, dan pH 5 sebesar 4,1 – 4,7 %.
Jika kandungan hemiselulosa pada bagas sebesar 20%, maka yield
etanol yang dihasilkan akan berkisar antara 17,5 - 23,5
%. Jika dilihat dari waktu inkubasinya, setelah melewati jam
ke-48 konsentrasi etanol yang dihasilkan cenderung konstan. Hal ini
terjadi pada semua variasi pada penelitian ini, sehingga dapat
dikatakan bahwa waktu optimum dari kinerja yeast dan enzim adalah
48 jam. Kenaikan pH masih bisa terjadi karena fermentasi
tidak hanya menghasilkan etanol tetapi juga
menghasilkan senyawa-senyawa lain seperti asam asetat,
asam levulinat dan asam formiat [13]. Asam asetat
dapat dihasilkan oleh kontaminan bakteri yang hidup
bersama ragi yaitu acetobacter. Lactobasilus juga dapat
ikut mengkontaminasi dan mengubah glukosa menjadi asam laktat
sehingga mengurangi yield etanol dan menghambat pertumbuhan
yeast.
Pengaruh Penambahan Asam Konsentrasi Rendah Penambahan
asam konsentrasi rendah dalam proses SSF bertujuan untuk
menghidrolisis lignin, selulosa dan hemiselulosa yang tidak
terhidrolisis oleh enzim xylanase sehingga hidrolisis yang terjadi
lebih optimal maka diharapkan konversi etanol yang dihasilkan
lebih besar. Proses hidrolisis asam dengan konsentrasi
rendah pada umumnya dilakukan pada tekanan dan suhu
tinggi, namun dalam proses ini penambahan asam dan
enzim dilakukan secara bersamaan, sehingga suhu yang digunakan
dalam proses ini merupakan suhu kamar ± 25 °C. Karena jika suhu
tinggi maka enzim tidak dapat bekerja atau rusak. Variasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah HCl dengan konsentrasi 0,5 %
dan 1 % ditambahkan sebanyak 20 % dari volume total proses
SSF. Selain hidrolisis yang telah dilakukan oleh enzim xylanase
diharapkan penambahan HCl konsentrasi rendah ini dapat
menghidrolisis polisakarida yang tidak mampu dipecah oleh enzim.
Dari data dengan variasi pH didapat pH optimum sebesar 5,
maka pada variasi ini digunakan pH sebesar 5. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses SSF yang diberi penambahan asam,
konsentrasi etanol akan meningkat sesuai dengan meningkatnya
kandungan HCl yang ada. Pada kondisi tertentu pentosa yang
terbentuk dapat diubah menjadi furfural yang dapat menghalangi
proses fermentasi oleh yeast. Namun kondisi yang baik
untuk terjadinya reaksi lanjutan setelah pentosa terbentuk
pada temperatur tinggi (120-180 °C). Dengan penambahan HCl 1 %
menghasilkan konsentrasi etanol tertinggi, yaitu mulai dari 2,756
g/L pada jam ke-24 hingga 3,249 g/L setelah 72 jam inkubasi
Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan asam, maka polisakarida
yang terhidrolisis lebih banyak daripada yang tidak dengan
penambahan asam sehingga etanol yang dihasilkan juga
lebih banyak.
Enzim xylanase hanya akan
menghidrolisis polisakarida dengan ikatan pentosa, yaitu xylan
menjadi xylosa. Sedangkan dengan penambahan HCl maka akan ada
sedikit selulosa yang terhidrolisis menjadi glukosa, sehingga
monosakarida yang difermentasi oleh yeast juga lebih banyak. Pada
penambahan HCl dengan konsentrasi 0,5 %, konsentrasi etanol yang
dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan penambahan HCl 1
% yaitu 2,662 g/L pada jam ke-24 hingga 2,944 g/L, namun lebih
tinggi konsentrasinya dibandingkan fermentasi tanpa penambahan HCl
yaitu 2,375 g/L hingga 2,709 g/L. hasil etanol per massa substrat
untuk penambahan HCl 0,5 % sebesar 4,6 – 5,1 %,
untuk penambahan HCl 1 % sebesar 4,8 – 5,6 %, dan tanpa HCl
sebesar 4,1 – 4,7 %. Dengan kandungan hemiselulosa pada bagas
sebesar 20%, maka yield etanol yang dihasilkan akan berkisar antara
20 – 28 %. Jika dilihat dari perubahan konsentrasi etanol
terhadap waktu, terdapat kecenderungan bahwa kadar etanol
akan terus meningkat hingga jam ke-72. Tetapi setelah
jam ke-96 konsentrasi etanol cenderung konstan, bahkan
ada yang menurun yaitu untuk variasi tanpa penambahan HCl. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh volume larutan yang mempengaruhi
kinerja ragi setelah waktu inkubasi memasuki jam ke-48. Namun ada
juga kemungkinan glukosa maupun pentosa yang
telah terhidrolisis telah habis terfermentasi oleh yeast
karena sudah tidak ada lagi monosakarida yang dihasilkan
dari hirolisis polisakarida. Hal ini bisa disebabkan oleh
inhibitor-inhibitor yang ada dalam biomassa antara lain lignin,
asam lemah, turunan senyawa fenolik [14].
Pengaruh Perlakuan Jamur Pelapuk Putih
Produksi etanol pada bagas dengan proses Simultaneous Sacharification dan Fermentation (SSF) setelah dilakukan perlakuan dengan jamur pelapuk putih mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Peningkatan ini salah satunya disebabkan kemampuan jamur pelapuk putih mampu membongkar rantai lignin yang cukup kompleks yang dapat menghalangi atau memperlambat akses enzim pada proses hidrolisis sehingga dapat meningkatkan etanol yang dihasilkan dalam proses fermentasinya [10]. Hasil analisis menunjukan bahwa kandungan lignin pada bagas berkisar 24,2 % dari total bagas. Kemudian kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) pada bagas sekitar 70,2% dan kandungan α-selulosa berkisar 52,7 %, maka kandungan hemiselulosa pada bagas sekitar 17,5 %. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumya bahwa setelah dilakuan perlakuan dengan L. edodes terjadi penurunan berat bagas. Kehilangan berat selama perlakuan ini terjadi pada lignin atau holoselulosanya. Perlakuan dengan jamur pelapuk putih dikatakan efektif atau memiliki selektifitas yang baik jika jamur tersebut mampu mendegradasi lignin lebih besar dari pada degradasi pada selulosanya, yang ditandai dengan terjadi kehilangan berat lignin lebih besar dibandingkan dengan kehilangan berat selulosanya [15].
Produksi etanol pada bagas dengan proses Simultaneous Sacharification dan Fermentation (SSF) setelah dilakukan perlakuan dengan jamur pelapuk putih mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Peningkatan ini salah satunya disebabkan kemampuan jamur pelapuk putih mampu membongkar rantai lignin yang cukup kompleks yang dapat menghalangi atau memperlambat akses enzim pada proses hidrolisis sehingga dapat meningkatkan etanol yang dihasilkan dalam proses fermentasinya [10]. Hasil analisis menunjukan bahwa kandungan lignin pada bagas berkisar 24,2 % dari total bagas. Kemudian kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) pada bagas sekitar 70,2% dan kandungan α-selulosa berkisar 52,7 %, maka kandungan hemiselulosa pada bagas sekitar 17,5 %. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumya bahwa setelah dilakuan perlakuan dengan L. edodes terjadi penurunan berat bagas. Kehilangan berat selama perlakuan ini terjadi pada lignin atau holoselulosanya. Perlakuan dengan jamur pelapuk putih dikatakan efektif atau memiliki selektifitas yang baik jika jamur tersebut mampu mendegradasi lignin lebih besar dari pada degradasi pada selulosanya, yang ditandai dengan terjadi kehilangan berat lignin lebih besar dibandingkan dengan kehilangan berat selulosanya [15].
Setelah mendapat perlakuan
jamur Lentinus edodes selama 4 minggu, komposisi
bagas mengalami penurunan. Penurunan komposisi lignin sebesar
9,9 %, holoselulosa sebesar 7,8 % dan α- selulosa sebesar 6,1
%. dikatakan bahwa jamur pelapuk putih dapat mendegradasi
ikatan lignin lebih besar daripada selulosa dan hemiselulosa. Maka
dalam hal ini jamur L. edodes mempunyai selektifitas dalam
proses mendegradasi lignin pada bagas. Selain itu,
persentase kehilangan kandungan selulosa cukup besar
selama perlakuan 4 minggu. Hal ini disebabkan karena
semakin lama perlakuan, maka kebutuhan makanan dari jamur juga
akan semakin besar. Hasil ini juga menunjukan bahwa jamur Lentinus
edodes mempunyai kemampuan selektivitas yang tidak terlalu besar
selama perlakuan 4 minggu, karena cukup banyak selulosa
yang terdegradasi. Degradasi lignin oleh jamur L. edodes dapat
terjadi selama berlangsungnya proses metabolisme sekunder dan pada
kondisi dimana jamur kekurangan nitrogen [16].
Kemampuan degradasi jamur pelapuk putih dan komponen kimia yang didegradasinya sangat bergantung pada jenis jamur dan enzim lignolitik yang dapat dihasilkannya. Jamur pelapuk putih pada umumnya mengeluarkan enzim lignolitik seperti Lignin Peroksida (LiP), Mangan Peroksida (MnP), Versatil Peroksida (VP), Laccase, Glyoxal Oxidase (Glox), Aryl Alcohol Oxidase (AAO), dan hidrogen peroksida lainnya [16].
Kemampuan degradasi jamur pelapuk putih dan komponen kimia yang didegradasinya sangat bergantung pada jenis jamur dan enzim lignolitik yang dapat dihasilkannya. Jamur pelapuk putih pada umumnya mengeluarkan enzim lignolitik seperti Lignin Peroksida (LiP), Mangan Peroksida (MnP), Versatil Peroksida (VP), Laccase, Glyoxal Oxidase (Glox), Aryl Alcohol Oxidase (AAO), dan hidrogen peroksida lainnya [16].
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Produksi etanol melalui proses SSF
tertinggi adalah pada kondisi derajat keasaman (pH) sebesar
5 dengan menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 2,709 g/L
atau 4,7 % per massa bagas dibandingkan
dengan pH 4 sebesar 2,357 g/L atau 4,1 % per massa bagas dan pH 4,5 sebesar 2,451 g/L atau 4,3 % per massa bagas.
dengan pH 4 sebesar 2,357 g/L atau 4,1 % per massa bagas dan pH 4,5 sebesar 2,451 g/L atau 4,3 % per massa bagas.
2. Penambahan asam berkonsentrasi rendah
mampu meningkatkan produksi etanol yang dihasilkan melalui
proses SSF. Peningkatan tertinggi dengan penambahan asam klorida
(HCl) konsentrasi 1% (v/v) yang menghasilkan etanol sebesar 3,249
g/L atau 5,6 % per massa bagas dibandingkan dengan penambahan
0,5 % sebesar 2,967 g/L atau 5,2 % per massa bagas dan tanpa
penambahan asam sebesar 2,709 g/L atau 4,7 % per massa bagas.
3. Perlakuan jamur pelapuk putih, Lentinus
edodes, mampu meningkatkan produksi etanol dari bagas dengan
proses SSF. Konsentrasi etanol yang dihasilkan sebesar 3,202 g/L
atau 5,6 % per massa bagas dibandingkan tanpa perlakuan sebesar
2,709 g/L atau 4,7 % per massa bagas.
4. Enzim xylanase mampu
menghidrolisis hemiselulosa pada bagas, karena
tanpa menggunakan enzim tidak ada etanol yang dapat
di hasilkan.
Ucapan Terima Kasih Penelitian
ini didukung oleh dana penelitian Riset Unggulan Universitas
Indonesia 2006-2007 yang merupakan program Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia.
Daftar Acuan
[1] Lynd, L.R., Bothast, R.J., Wyman, D.E. 1991. Fuel etanol from cellulosic biomass. Science 251: 1318-
1323.
[1] Lynd, L.R., Bothast, R.J., Wyman, D.E. 1991. Fuel etanol from cellulosic biomass. Science 251: 1318-
1323.
[2] Wyman, C.E., 1994. Etanol from ligcellulosic biomass: Technology, economics, and opportunities. Biores. Technol. 50, 3-6.
[3] Millan, J.D. 1997. Bioetanol production: status dan
prospects. Renewable Eng. 10, 295-302.
[4] Pandey,A. Soccol,C.R. Nigam,P. And Soccol,V.T.
2000. Biotechnological potential of agro-indistrial
residues. Sugarcane bagasse. Bioresour Technol. 74: 69-80
residues. Sugarcane bagasse. Bioresour Technol. 74: 69-80
[5] Samsuri, M. “Pengaruh Perlakuan Jamur Pelapuk
Putih dan Steaming pada Produksi Ethanol dari
Bagas melalui proses Sakarifikasi dan Fermentasi
secara Serentak (SSF).” Tesis, Program Pasca
Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok, 2006.
[6] Itoh. H., Wada. M., Honda. Y., Kuwahara. M.,
Watanabe. T., 2003. Bioorganosolve pretreatments
for simultaneous saccharification dan fermentation
of beech wood by etanolysis dan white rot fungi. J.
Biotechnol. 103, 273-280
[7] Castello, R., dan Chum, H. (1998). Biomass,
bioenergi dan carbon management. In “Bioenergi
’98: Expdaning Bioenergi Partnerships” (D.
Wichert, ed.). pp. 11-17.
[8] Lee, S. S., J. K. Ha, H. S. Kang, T. McAllister, and
K.-J. Cheng. 1997. Overview of energy
metabolism, substrate utilization and fermentation
characteristics of ruminal anaerobic fungi. Korean
J. Anim. Nutr. Feedstuffs 21:295–314.
[9] Samsuri, M., Hermiati, E., Prasetya, B., Honda, Y.,
Watanabe, T., 2005 Efects of fungal treatment on
ethanol production from bagas using Simultaneous
Sacharificatin and Fermentation. Preceeding of
fifth international wood science seminar, 29-31
Agustus 2005.
[10] Sun, Y., Cheng, J. 2002. Hydrolysis of
lignocellulosic materials for etanol production:
review. Biores. Technol 83, 1-11.
[11] Ramos J, Rojas T, at. All. 2004. Enzymatic and
fungal treatments on Sugarcane bagas for the
production mechanical pulp. J. Aric. Food Chem
52, 5057-5062
[12] Frazier, W. C. And Westhoff D. C. (1978). Food
Microbiology. 3rd Edition. Hill Publishing Co.
New York.
[13] Palmqvist, E. 1998. Fermentation of
lignocellulosic hydrolysates: inhibation and
detoxification. Doctoral thesis, Lund University,
Lund, Sweden.
[14] Cantarella, M., Cantarella, L., Gallifuoco, A.,
Spera, A., Alfani, F., (2004). Comparison of
different detoxification methods for steamexplodedpoplar wood as a substrat for the
bioproduction of etanol in SHF dan SSF. Process
biochem. 39, 1533-1542.
[15] Blanchette, R.A., Burnes, T.A., Eerdmans, M.M.,
Akhtar, M., 1992. Evaluating Isolates Of
Phanerochaete Chrysosporium And Ceriporiopsis
Subvermispora For Use In Biological Pulping
Process. Holzforschung 46, 105-115.
[16] Hatakka, A. (2001) Biodegradation of lignin. In
M. Hofrichter and A. Steinbüchel (eds.),
Biopolymers, vol. 1. Wiley-VCH, Weinheim,
Germany. p. 129-180.
[17] Nagai, M., Sato, T., Watanabe, H., Saito, K.,
Kawata, M. and Enei, H. (2002) Purification and
characterization of an extracellular laccase from
the edible mushroom Lentinula edodes, and
decolorization of chemically different dyes. Appl.
Microbiol. Biotechnol. 60: 327-335.Pan, X., Arato,
C., Gilkes, N., Gregg, D., Mabee, W., Pye, K.,
Xiao, Z., Zhang, X., Saddler, J., 2004.
Biorefiningof softwoods using etanol organosolv
pulping: Preliminary evaluation of process streams
for manufacture of fuel-grade etanol and coproducts.
Biotechnol. Bioeng. 90, 473-481.
[18] Hofrichter, M. (2002) Review: Lignin conversion
by manganese peroxidase (MnP). Enzyme Microb.
Technol. 30:454-466.
Technol. 30:454-466.
[19] Reinhammar B.1984. Laccase. In: Lontie R. (Ed.).
Copper proteins and copper enzymes, Vol. III.
Boca Raton, FL: CRC Press, Boca Raton. Pp. 1- 35.
Boca Raton, FL: CRC Press, Boca Raton. Pp. 1- 35.
[20] Thurston CF. 1994. The Structure and functin of
fungal laccases. Microbiology 14, pp. 19-26.
[21] Bourbonnais R, and Paice M. 1990. Oxidation of
non-phenolic substrates. An expanded role of
laccases in lignin biodegration. FEBS lett. 267, pp. 99-102.
laccases in lignin biodegration. FEBS lett. 267, pp. 99-102.
Sabtu, 24 Maret 2012
Pengaruh Massa Ragi & Lama Fermentasi Terhadap Pembentukan Etanol dari Ampas Kelapa
H. M. Faizal 1), Zuhandri 2), Ivan Andrio 2)
1)Dosen Jurusan Teknik Kimia – Universitas Sriwijaya
2)Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia – Universitas Sriwijaya
Abstrak
Bioetanol merupakan merupakan salah satu
energi alternatif pengganti minyak bumi. Komponen utama pada limbah pertanian
dan industri yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah lignoselulosa yang
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelapa menghasilkan
ampas kelapa yang dapat diolah menjadi
bioetanol. Etanol dibuat dengan proses fermentasi dengan bantuan Saccharomyces
Cereviciae. Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan ampas kelapa untuk dibuat etanol dengan proses fermentasi dan
mempelajari pengaruh waktu dan massa ragi yang berpengaruh terhadap volume dan kadar alkohol. Percobaan dilakukan dengan penyiapan ampas kelapa, selanjutnya ampas kelapa
disterilkan dan didelignifikasi, dituangkan
kedalam erlemeyer bersama ragi (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr, 15 gr),
waktu operasi (4 hari, 5 hari dan 6 hari), pH 4, kemudian analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa percobaan pada massa ragi 15 gr dan waktu fermentasi hari keenam memberikan
volume alkohol 3,6 ml dan kadar alohol tertinggi
yaitu 9,49%.
Kata kunci : ampas kelapa, lignoselulosa, kromatografi gas, kadar alkohol.
Substitution
bioethanol as one of energy source has been selected as an alternative source
for the fossil fuel substitution. The main component in those waste materials
is lignocellulose that contained cellulose, hemicellulose and lignin. The cocos nucifera
produces leftover coconut flesh which can made to be bioethanol. Ethanol
obtained by fermentation with Saccharomyces Cereviciae.
The goal of research were to study the exploration etanol from leftover coconut
flesh by fermentation, the relation between reaction time and mass of yeast to produce alcohol. Researched start with
preparation of leftover coconut flesh, sterilization and delignification leftover coconut flesh, mixed it with yeast
(5 gr, 10 gr, 15 gr),
time reaction was 4 days, 5 days and 6 days, pH
4, analyzed alcohol content use gas chromatografi. The
highest volume alcohol 3,6 ml and alcohol content
was 9,49% with optimum condition 15 gr yeast at sixth day.
Keyword
: leftover coconut flesh, lignoselulose, gas chromatografi, alcohol content.
I.
PENDAHULUAN
Indonesia yang semula adalah net-exporter
dibidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis
karena terjadi saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami
peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia
hanya mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat deficit BBM
sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak
dunia per barel mencapai USD 70. Dengan kata lain, pemerintah harus
mengeluarkan Rp 170 miliar per hari (Erliza dkk, 2008 Tingginya harga minyak dunia menyebabkan harga BBM dalam negeri
meningkat. Indonesia yang merupakan negara
kapitalis pun akhirnya menyesuaikan harga BBM dengan mengurangi subsidi BBM.
Hasilnya, sejak 1 Oktober 2005, harga BBM dalam negeri terus mengalami
kenaikan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih lagi ketergantungan
Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Artinya, jika terus
dikonsumsi, tidak ditemukan cadangan minyak baru dan teknologi baru untuk
meningkatkan recovery minyak bumi,
diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh
tiga tahun mendatang.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti
BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah
menetapkan sumber daya yang dapat
diperbaharui seperti
bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan
BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat
terpenuhi.
Bahan bakar berbasis nabati salah satu
contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau
berpati seperti kelapa, serbuk kayu, umbi-umbian, tebunira, sorgum, nira nipah,
jagung, dan lain-lain. Hampir semua tanaman
yang disebutkan diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai
bahan pangan. Saat ini, bahan-bahan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya ampas
kelapa yang banyak terdapat
pada limbah industri pengolahan kelapa. Ampas
kelapa sangat asing dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Selama ini, sisanya hanya ditumpuk atau dibuang sehingga mudah mencemari lingkungan. Bahkan ampas kelapa kebanyakan dijadikan
pakan ternak.
Belum optimalnya
peanfaatan amaps kelapa sebagai bahan baku bioenergi, memacu penulis untuk melakukan penelitian seberapa besar volume alkohol
yang dapat dihasilkan ampas kelapa. Maka dari berbagai faktor yang telah
disebutkan, harapan dari
penelitian ini ialah tidak lepas untuk meningkatkan perkembangan industri
bioetanol dari ampas kelapa sebagai sumber energi terbarukan.
Ada pun tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Menganalisa dan mempelajari
pengaruh lama fermentasi terhadap volume dan kadar etanol yang dihasilkan.
2. Menganalisa dan mempelajari
pengaruh massa ragi pada proses fermentasi terhadap volume etanol dan kadar
etanol yang dihasilkan.
3. Menganalisa dan mempelajari
kondisi optimum menghasilkan etanol dari ampas kelapa melalui proses
fermentasi.
Adapun manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah
:
1. Mengetahui pengaruh lama
fermentasi terhadap volume dan kadar etanol yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh massa ragi
pada proses fermentasi terhadap volume etanol dan kadar etanol yang dihasilkan.
3. Mengetahui kondisi optimum
menghasilkan etanol dari ampas kelapa melalui proses fermentasi.
Ruang
lingkup penelitian ini meliputi fermentasi ampas kelapa menjadi
bioetanol dengan bantuan ragi roti (Saccharomyces
Cereviciae). Dalam penelitian ini, peneliti memvariasikan waktu
fermentasi dan massa ragi yang digunakan. Yaitu dengan variasi waktu 4-6 hari
dan dengan variasi massa ragi 5 gram, 10 gram, dan 15 gram. Bahan baku yang
digunakan dalam penelitian yaitu ampas kelapa yang diperoleh dari pasar
tradisional 26 Ilir Palembang, pada bulan November 2010.
I.
FUNDAMENTAL
Kelapa dapat
tumbuh pada wilayah tropis dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab. Namun,
bila udara terlalu lembab dalam waktu yang lama, juga tidak baik untuk pertumbuhan
tanaman. Ini disebabkan akan mengurangi penguapan dan penyerapan unsure hara.
Adapun suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah 27-28 oC. Curah
hujan rata-rata 1200-2500 mm per tahun. Sedangkan untuk pH antara 6,5-7,5.
Tanaman kelapa
memiliki klasifikasi ilmiah yang digolongkan sebagai berikut:
- Divisi : Spermathophyta
- Kelas : Monocotyledoneae
- Ordo : Palmales
- Famili : Palmae
- Genus : Cocos
- Spesies : Cocos
Nucifera
Sebaran tanaman ini meliputi Filipina,
Indonesia, India, Vietnam dan Meksiko (Aun, 2006). Khusus di Indonesia tanaman
ini terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara. Kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuhan dan
produksi buahnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
produksi kelapa, yaitu :
1. Faktor yang
berasal dari udara, terutama sinar matahari, temperatur, curah hujan dan
kelembaban.
2. Faktor yang
berasal dari dalam tanah, terutama partikel tanah, jenis tanah dan unsure hara.
Potensi kelapa di Indonesia sangat
besar. Hal ini terlihat dari produksi kelapa dalam negeri yang selalu
memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini berpotensi
besar sejalan dengan perkembangan bioenergi khususnya bioetanol berbahan
kelapa. Tepatnya dari ampas kelapa.
Tabel 2.1. Produksi
Kelapa Indonesia
Tahun
|
Produksi Kelapa (1.000 ton)
|
2001
2002
2003
2004
2005
|
833
790
837
835
880
|
Sumber : Oil World, Agustus 2006
Buah kelapa yang
normal terdiri dari beberapa bagian, yaitu kulit luar (epicarp), sabut (mesocarp),
tempurung (endocarp), kulit daging
buah (testa), daging buah (endosperma), air kelapa dan lembaga.
Sekitar 35% total berat buah kelapa merupakan berat sabut kelapa. Tebal sabut
kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah kelapa kurang lebih 1 cm atau lebih.
Selain lemak,
daging kelapa terdiri atas senyawa-senyawa organic atau anorganik yang
menjadikan kalori dan gizi. Daging kelapa yang sudah masak dapat dijadikan
kopra dan bahan makanan. Komposisi kimia daging kelapa ditentukan umur buah.
Komposisi tersebut pada berbagai tingkat dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel
ditampilkan bahwa semakin tua umur kelapa kandungan lemaknya semakin tinggi.
Tabel 2.2. Komposisi
Kimia Daging Kelapa Berbagai Tingkat Umur
Analisis
(dalam
100 gr)
|
Buah
Muda
|
Buah
Setengah Tua
|
Buah
Tua
|
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Thiamin
Asam Askorbat
Air
Bagian yang
dapat dimakan
|
68 kal
1 gr
0,9 gr
14 gr
17 mg
30 mg
1 mg
0 mg
4 mg
83,3 gr
53,0 gr
|
180 kal
4 gr
13 gr
10 gr
18 mg
35 mg
1,3 mg
0,5 mg
4 mg
70 gr
53,0 gr
|
359 kal
3,4 gr
34,7 gr
14 gr
21 mg
21 mg
2 mg
0,1
2 mg
46,9 gr
53,0 gr
|
Sumber. Thieme, J.G. (1968) dalam Ketaren, 1986
Nilai gizi daging
buah kelapa sangat bervariasi tergantung beberapa faktor, baik faktor dalam
maupun faktor luar. Faktor dalam yang dimaksud adalah varietas kematangan atau
kemasakan buah ketika dipetik. Adapun faktor luar yang dimaksud antara lain,
budidaya tanaman kelapa. Faktor lingkungan, faktor teknologi lepas panen.
Lengkapnya nilai gizi pada daging buah kelapa menghasilkan produk olahan.
Ampas Kelapa
Selama ini ampas kelapa (leftover coconut flesh) sebagian besar
dimanfaatkan untuk pakan ternak. Atau, manfaat lain seperti penurun kolesterol
karena ampas kelapa mengandung galaktomanan. Sehingga, dengan mengolahnya
menjadi bioetanol maka akan meningkatkan daya guna dari ampas kelapa dan
menjadi salah satu sumber bahan bakar alternatif di daerah sentra kelapa.
Ampas kelapa yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari ampas yang tidak bisa menghasilkan kandungan santan
(perasaan kelapa) berkualitas baik. Seperti yang pernah dilakukan tiga anak SMA Negeri 2 Pare,
Kediri, Jawa Timur, yakni Muh. Wildan Yahya, Ardhy Purwo, dan Diana Sekar Sari
yang memenangkan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-41 bidang Ilmu Pengetahuan
Teknik yang diselenggarakan LIPI tahun lalu, dengan ampas kelapa 6,56 kg bisa
menghasilkan seliter bioetanol berkadar 95 persen, sedangkan bagi seliter air
kelapa, sebanyak 11,4 persennya bisa menjadi bioetanol (Tempo, 2009).
Tabel
2.3. Komposisi Kimia Ampas Kelapa
Karakteristik
|
Data Literatur
|
Protein (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Galaktomannan (%)
Manana (%)
Selulosa (%)
|
4,11
30,58
15,89
74,69
4,65
0,66
61
26
13
|
Sumber
: Barlina et al., 1997
Selulosa
Selulosa adalah polymer
glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polymer ini memungkinkan selulosa
saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan bantuan asam atau enzim.
Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.
Gambar
2.1. Skema Rantai Selulosa
Hemiselulosa
Hemiselulosa mirip
dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan selulosa
yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam
jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula
berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa,
arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat,
dan asam galaturonat.
Kandungan hemiselulosa
di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering
biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula
C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.
Gambar
2.2. Gula Penyusun dari Hemiselulosa
Lignin
Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit
phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah
material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap
degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan
karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa,
lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.
Gambar 2.3. Struktur Lignin
Pretreatment (Delignifikasi)
Pretreatment biomassa lignoselulosa harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan
teknologi biokonversi dalam skala komersial (Mosier, et al., 2005).
Pretreatment terkadang merupakan tahapan yang banyak memakan biaya dan
berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai contoh
pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam
proses hidrolisis (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, & Lee,
Coordinated development of leading biomass pretreatment technologies, 2005)
(Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, & Lee, Comparative sugar recovery
data from laboratory scale application of leading pretreatment technologies to
corn stover, 2005).
Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang
diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan
dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck,
Hooijdonk, & Faaij, 2005).
Gambar 2.4.
Skematis Tujuan Pretreatment
Seperti
dijelaskan pada gambar diatas, Proses pretreatment ini bertujuan memecah ikatan
lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemisellulosa, merusak struktur
krital dari sellulosa serta meningkatkan porositas bahan (Sun and Cheng, 2002).
Rusaknya struktur kristal sellulosa akan mempermudah terurainya sellulosa
menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut terurai menjadi senyawa gula
sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa.
Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh
mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et al., 2005).
Hidrolisa Selulosa
Hidrolisis
meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu:
selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna
selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa
monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara
kimia (asam) atau enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang digunakan pada
pembuatan bioetanol dari bahan baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa
asam.
Hidrolisa sellulosa secara enzimatik
memberi yield etanol sedilkit lebih tinggi dibandingkan metode hidrolisa
asam (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Namun proses enzimatik tersebut
merupakan proses yang paling mahal. Proses recycle dan recovery enzim
sellulose diperlukan untuk menekan tingginya biaya produksi (Iranmahboob et
al., 2002; Szczodrak dan Fiedurek, 1996).Selain itu, proses hidrolisa enzimatik
memerlukan pretreatment bahan baku agar struktur sellulosa siap untuk
dihirolisa oleh enzim (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Mengingat kerumitan
proses hidrolisa enzimatik sebagaimana tersebut di atas, hidrolisa enzimatik
dengan enzim sellulose mempengaruhi 43,7% biaya total produksi (Szczodrak dan
Fiedurek, 1996).
Hemisellulosa
dan selulosa mudah dihidrolisa menggunakan asam konsentrasi rendah (encer) pada
kondisi reaksi moderat, akan tetapi diperlukan kondisi yang lebih ekstrim untuk
dapat menghidrolisa sellulosa. Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer
adalah, tidak diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya kehilangan
asam dalam proses (Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan
adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada range
konsentrasi 2-5% (Iranmahboob et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu
reaksi ± 160oC. Suhu yang lebih
tinggi akan mempermudah dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin (Mussatto
dan Roberto, 2004). Fermentasi
Fermentasi
alkohol adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO2
yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan
anaerob (Prescott dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika mikroba
tersebut bersentuhan dengan makanan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada
proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya
menghasilkan gas karbondioksida. Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor.
Seperti, bahan pangan atau substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar.
Bahan
yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi. Akan tetapi, untuk
disakarida, pati (polisakarida) atau karbohidrat kompleks harus dihidrolisis
terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana. Selain itu, pada
dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim.
Tetapi sampai saat ini industri
fermentasi masih memanfaatkan mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh lebih
mudah dan murah.
Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, fermentasi alkohol merupakan proses terjadi
karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Besar kecilnya
aktifitas hidup mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol yang terbentuk dan
aktifitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor
tersebut umumnya berhubungan erat dengan penyediaan dan pemakaian nutrisi yang
digunakan untuk menunjang aktifitas hidupnya (Said.e.g).
Berikut ini
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi etanol :
1.
Jenis Mikroorganisme
Bila dilihat
dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang banyak
digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir, kapang dan
bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara
langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses
fermentasi. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis substrat
(bahan) yang digunakan sebagai medium, misalnya untuk menghasilkan etanol digunakan
khamir Saccharomyces Cerevisae.
Seleksi
ini bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat
dan mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi. Sehingga
dapat menghasilkan kadar etanol yang dikehendaki.
2. Lama
Fermentasi
Waktu
yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis
ragi dan jenis gula. Pada umumnya diperlukan waktu 4 – 20 hari untuk memperoleh
hasil fermentasi yang sempurna. Menurut Amarine (1982) fermentasi berlangsung
dua sampai tiga minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya CO2.
3.
Derajat Keasaman
Pada
umumnya pH untuk fermentasi buah-buahan atau pembentukan sel khamir dibutuhkan
keasaman optimum antara 3,0 – 5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba akan
terganggu. Untuk mengatur pH dapat
digunakan NaOH untuk menaikan dan asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum
difermentasi, sari buah dipasteurisasi ditambahkan dengan SO2. Hal
ini untuk mencegah timbulnya bakteri dan khamir yang tidak diinginkan. Sumber
SO2 adalah NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit.
4. Kadar
Gula
Kadar
gula yang optimum untuk aktifitas pertumbuhan khamir adalah sekitar 10
– 18 %.
5.
Suhu
Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang
optimum yang berbeda-beda, untuk mikroba ini suhu optimumnya 19 – 32 oC.
Etanol
Etanol atau
disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah
menguap, mudah terbakar, tak berwarna. Etanol merupakan alkohol yang paling
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat
psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol termasuk isomer konstitusional dari dimetil eter dan alkohol rantai tunggal,
dengan rumus kimia C2H5OH
dan rumus empiris C2H6O.
Fermentasi gula
(glukosa) menjadi etanol merupakan salah satu
reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia.
C6H12O6
2C2H5OH
+ 2CO2
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia.
Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam
kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk
sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan
sebagai bahan bakar.
Tabel 2.4. Sifat
Fisika dan Kimia Etanol
Properti
|
Nilai
|
Berat molekul
(g/mol)
|
46,1
|
Titik beku
(ºC)
|
-114,1
|
Titik didih
normal (ºC)
|
78,32
|
Densitas
(g/ml)
|
0,7983
|
Viskositas
pada 20ºC (Cp)
|
1,17
|
Panas penguapan normal (J/kg)
|
839,31
|
Panas pembakaran
pada 25ºC (J/kg)
|
29676,6
|
Panas jenis
pada 25ºC (J/kg)
|
2,42
|
Nilai oktan
(penelitian)*
|
106-111
|
(Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical
Technolgy, vol 9, 1967) *American Petroleum Institute
Ketika etanol
dihasilkan dari biomassa yang mengandung pati atau selulosa, maka etanol mampu
menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal dengan istilah bioetanol. Salah satu proses
pembuatan etanol dalam industri dengan cara fermentasi. Proses fermentasi
dilakukan dengan memakai berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang umum
digunakan antara lain,
1. Sugar
Bahan – bahan ini mengandung gula atau disebut
substansi sakarin yang rasanya manis. Bahan ini berasal dari gula tebu, gula
bit, molase ( tetes ) buah-buahan yang langsung dapat difermentasikan menjadi alkohol
2. Starches
Starches adalah bahan yang mengandung pati, gandum,
kentang, akar tumbuh-tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi padian dan lain-lain. Bahan jenis ini terlebih dahulu
harus dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis asam terlebih dahulu, agar
dapat menjadi gula, kemudian difermentasikan menjadi etanol.
3. Cellulose
Material
Bahan-bahan ini mengandung sellulosa,
misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu, kulit kerang, ‘waste sulft liquor’ yang merupakan residu dari pabrik pulp dan
kertas. Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral
atau larutan asam sebelum difermentasikan.
Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah
proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air)
dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan
dari kondensasi.
Evaporasi
merupakan perpindahan kalor ke zat cair mendidih yang sangat sering ditemukan
sehingga biasanya ditangani sebagai satu operasi tersendiri. Tujuan evaporasi
yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah
menguap dan pelarut yang mudah menguap. Evaporasi dilaksanakan dengan menguapkan
sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan cair pekat yang
konsentrasinya lebih tinggi. Evaporator adalah
sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut
dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mempunyai
dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk
dari cairan.
Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu
penukar panas, bagian
evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan
pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser
(untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil dari evaporator
(produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau larutan
berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa saja terdiri
dari beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan
Kromatografi Gas
Kromatografi adalah
suatu cara pemisahan di dalam analisis kimia. Di dalam kromatografi diperlukan
adanya dua fase yang tidak saling menyampur, yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase diam berupa zat padat yang ditempatkan dalam suatu kolom atau dapat juga
berupa cairan terserap (teradsorpsi). Sedangkan fase gerak berupa gas (gas
pembawa) atau cairan.
Campuran yang akan
dipisahkan komponennya dimasukan ke kolom yang mengandung fase diam. Dengan
bantuan fase gerak, komponen campuran itu kemudian dibawa bergerak melalui fase
diam dalam kolom. Perbedaan antaraksi atau afinitas antara komponen-komponen
campuran itu dengan kedua fase, menyebabkan komponen-komponen itu bergerak
dengan kecepatan berbeda melalui kolom. Akibat adanya perbedaan kecepatan (differential migration),
komponen-komponen itu terpisah satu sama lain.
Bagian-bagian alat
kromatografi gas adalah :
1. Tangki gas pembawa. Gas pembawa yang biasa
digunakan seperti helium, hidrogen, dan nitrogen.
2. Alat
pengatur tekanan (regulator),
regulator digunakan untuk mengatur tekanan gas-gas yang digunakan.
3. Injection port. Tempat memasukkan
cuplikan dengan cara penyuntikan. Waktu injeksi harus singkat, suhu lebih
tinggi dari titik didih dan volume cuplikan berkisar 1-20 µL.
4. Kolom.
Tempat terjadinya proses pemisahan komponen-komponen cuplikan.
5. Oven. Berfungsi untuk memanaskan kolom
dengan sesuai dengan titik didih cuplikan dan tingkat pemisahan yang
diinginkan.
6. Detektor.
Mendeteksi komponen-komponen yang keluar dari kolom. Detektor ini akan
mengirimkan isyarat listrik ke alat pencatat (recorder). Ada tiga jenis detektor kromatografi gas yaitu, Flame Ionisation Detector, Thermal
Conductivity Detector, dan Electron
Capture Detector.
7. Recorder. Alat pencatat yang berfungsi
untuk mencatat isyarat-isyarat.
III. METODOLOGI
Waktu
dan tempat penelitian
dilakukan di Laboratorium Kesetimbangan, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya sejak
bulan November 2010 sampai Januari 2011. Kemudian dilanjutkan dengan analisa kemurnian alkohol menggunakan gas
kromatografi yang dilakukan Laboratorium Teknik Kimia, Politeknik Negeri
Sriwijaya pada tanggal 23 Agustus 2011.
Parameter –
parameter yang dipilih pada penelitian ini antara lain :
1. Lama Fermentasi
Faktor – faktor
yang mempengaruhi fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi. Pemilihan
lama fermentasi sebagai parameter yang dicoba karena lama waktu yang dibutuhkan
dalam proses fermentasi ampas kelapa untuk menghasilkan etanol yang
maksimal, maka dilakukan parameter lama waktu. Lama waktu fermentasi
berlangsung 4-6 hari.
2. Massa Ragi
Parameter
lain yang juga dicoba adalah massa ragi. Saccharomyces Cereviceae yang terdapat
pada ragi sebagai agen fermentasi, sangat berpengaruh untuk memperoleh kadar dan volume etanol
optimal. Berapa massa ragi yang dibutuhkan untuk memberikan
hasil optimal, maka dipakai parameter massa ragi
pada penelitian ini. Variasi massa ragi sebanyak 5 gram, 10 gram dan 15 gram.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ampas Kelapa
2. Saccharomyces
Cerevisiae
(ragi roti)
3. Aquadest
4. NaOH (Natrium Hidroksida)
5. Asam Sulfat (Asam Sulfat)
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Neraca
Analitis
2. Gelas
Ukur
3. Pengaduk
4. Erlemeyer
5. Saringan
6. Pipet tetes
7. Corong
8. Beker gelas
6. Selang
Plastik
7. Autoklaf
8. Oven
9. Alumunium foil
10. pH
meter
11. Evaporator
12. Gas Kromatografi
Prosedur Penelitian
Persiapan Awal
Perlakuan Ampas Kelapa
1. Ampas
kelapa dikeringkan dalam dalam oven pada
suhu 100 oC selama 180 menit
lalu didinginkan.
2. Alat – alat yang
digunakan pada proses delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf
pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena
kesterilan akan mempengaruhi delignifikasi.
Delignifikasi
1. Ampas kelapa seberat 500 gram
dimasukan ke dalam beker gelas 1000 ml.
2. Bahan baku (ampas kelapa) dicampurkan dengan NaOH 10% dalam
autoklaf pada suhu 80oC selama 90 menit untuk memecah lignoselulosa
menjadi selulosa, hemiselulosa dan lignin.
3. Beker gelas ditutup rapat menggunakan alumunium foil.
Hidrolisis
1. Alat
– alat yang digunakan pada proses delignifikasi
disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar
tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi hidrolisis.
2. Dengan pengadukan yang merata, ampas kelapa hasil delignifikasi direaksikan/direndam dengan larutan H2SO4 0,75%% di dalam autoklaf pada suhu 126oC
selama 240 menit. Perendaman
ini bertujuan agar terjadi hidrolisis pada selulosa yang terkandung dalam ampas
kelapa. Produk selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan hemiselulosa dipecah
menjadi xylose.
3. Ampas kelapa didiamkan selama 24 jam dengan beker gelas tertutup rapat
alumunium foil.
Fermentasi
1.
Alat – alat yang digunakan pada proses
fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi
fermentasi.
2.
Hidrolisat ampas kelapa yang telah disesuaikan pH nya
dimasukan ke fermentor (erlemeyer).
Hidrolisat dibagi menjadi 9 sampel dengan masing-masing massa 30 gram.
3. Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae) dicampurkan dengan hidrolisat (ampas kelapa). Masing-masing dengan variasi
massa 5 gram, 10 gram, dan 15 gram.
4. Aquadest sebanyak 50 ml
dimasukkan ke dalam masing-masing erlemeyer yang berisikan ragi roti dan
hidrolisat.
5. Tutup rapat
masing - masing erlenmeyer dengan alumunium foil supaya
tidak ada kontaminan yang mengganggu fermentasi.
6. Fermentasi dilakukan selama 4-6 hari.
Evaporasi
1.
Peralatan
evaporasi dirangkai dengan benar.
2.
Hasil
fermentasi lalu dimasukkan ke dalam labu.
3.
Hasil
fermentasi dipanaskan dalam labu dengan menggunakan mantel (jaket) pemanas
listrik.
4.
Temperatur
hasil fermentasi dijaga pada suhu 80 ºC.
5. Proses
distilasi dilakukan selama 1,5–2 jam.
6. Etanol yang dihasilkan kemudian ditimbang
lalu ditutup rapat.
Analisa Kadar Etanol
1. Persiapan larutan cuplikan
(sampel) dan larutan baku.
2. Persiapan operasi alat
kromatografi gas.
3. Injeksi larutan cuplikan dan
larutan baku dengan cara penyuntikan.
4. Puncak etanol akan terlihat dari
kromatogram.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Proses pembuatan
alkohol dari ampas kelapa yang telah
dilakukan melalui proses fermentasi dengan variasi massa ragi
dan lama fermentasi menghasilkan data seperti pada kedua tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 berisi
data tentang pengaruh volume etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4
hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram,
12.5 gram dan 15 gram.
Sedangkan tabel 4.2. berisi data tentang pengaruh %yield
etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi
massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram.
Tabel 4.1 Volume Etanol terhadap Variasi Lama Fermentasi
dan Massa Ragi.
Volume
Aquadest
|
Lama
Fermentasi
|
Massa
Bahan Baku
|
Identitas
Sampel
|
Massa Ragi
|
Volume Etanol
|
50 ml
|
4 hari
|
30 gram
|
Sampel 1
|
5 gram
|
1,2 ml
|
Sampel 2
|
7,5 gram
|
1,3 ml
|
|||
Sampel 3
|
10 gram
|
1,5 ml
|
|||
Sampel 4
|
12,5 gram
|
2,0 ml
|
|||
Sampel 5
|
15 gram
|
2,6 ml
|
|||
50 ml
|
5 hari
|
30 gram
|
Sampel 6
|
5 gram
|
1,0 ml
|
Sampel 7
|
7,5gram
|
1,9 ml
|
|||
Sampel 8
|
10 gram
|
2,8 ml
|
|||
Sampel 9
|
12,5 gram
|
2,4 ml
|
|||
Sampel 10
|
15 gram
|
2,1 ml
|
|||
50 ml
|
6 hari
|
30 gram
|
Sampel 11
|
5 gram
|
1,9 ml
|
Sampel 12
|
7,5 gram
|
2,5 ml
|
|||
Sampel 13
|
10 gram
|
3,2 ml
|
|||
Sampel 14
|
12,5 gram
|
3,4 ml
|
|||
Sampel 15
|
15 gram
|
3,6 ml
|
Tabel 4.2. % Yield Etanol terhadap Variasi Lama
Fermentasi dan Massa Ragi.
Volume Aquadest
|
Lama Fermentasi
|
Massa Bahan Baku
|
Identitas Sampel
|
Volume Etanol
|
%Yield
|
50 ml
|
4 hari
|
30 gram
|
Sampel 1
|
1,2 ml
|
24,36 %
|
Sampel 2
|
1,3 ml
|
26,41 %
|
|||
Sampel 3
|
1,5 ml
|
30,26 %
|
|||
Sampel 4
|
2,0 ml
|
40,51 %
|
|||
Sampel 5
|
2,6 ml
|
52,56 %
|
|||
50 ml
|
5 hari
|
30 gram
|
Sampel 6
|
1,0 ml
|
20,26 %
|
Sampel 7
|
1,9 ml
|
38,46 %
|
|||
Sampel 8
|
2,8 ml
|
56,67 %
|
|||
Sampel 9
|
2,4 ml
|
48,46 %
|
|||
Sampel 10
|
2,1 ml
|
42,56 %
|
|||
50 ml
|
6 hari
|
30 gram
|
Sampel 11
|
1,9 ml
|
38,46 %
|
Sampel 12
|
2,5 ml
|
50,51 %
|
|||
Sampel 13
|
3,2 ml
|
64,87 %
|
|||
Sampel 14
|
3,4 ml
|
68,97 %
|
|||
Sampel 15
|
3,6 ml
|
72,82 %
|
Pembahasan
Penelitian pembentukan etanol dari ampas kelapa
dilakukan uji kuantitatif ( volume dan yield etanol) dan uji kualitatif (kadar
etanol). Penelitian dilakukan dengan perlakuan (pretreatment)
sebelum hidolisis dengan mencampurkan ampas kelapa
sebanyak 30 gram ke dalam larutan NaOH 10%
dengan kondisi operasi yang telah ditentukan.
Selanjutnya, ampas kelapa dihidrolisa dengan menggunakan H2SO4
pada berbagai variasi perlakuan. Selanjutnya, hidrolisat
difermentasi
dengan variasi massa ragi
(5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr dan 15 gr) dan lama fermentasi (4 hari, 5 hari,
dan 6 hari) untuk berikutnya masuk ke dalam tahapan evaporasi dan analisa kadar etanol.
Gambar 4.1. Volume Etanol (ml) terhadap Massa Ragi (gram)
Gambar 4.2. %Yield Etanol terhadap Massa Ragi (gram)
Grafik
4.1 merupakan grafik data kuantitatif yang menunjukkan
hubungan volume etanol (ml)
yang dihasilkan dengan variasi massa ragi (gram) dan lama fermentasi. Sedangkan grafik 4.2 menunjukkan hubungan yield etanol (%) terhadap massa
ragi (gram). Adapun perhitungan persen yield etanol terlampir.
Dalam penelitian ini, variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5
gram dan 15 gram. Sedangkan, lama fermentasi divariasikan 4 hari, 5 hari dan 6
hari. Dari
grafik dapat dilihat pengaruhnya, semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak volume yang dihasilkan. Begitu juga dengan
yang terjadi pada persen yield-nya.
Berdasarkan data yang dihasilkan, etanol dengan volume terbanyak
ditunjukkan pada hari keenam dengan massa ragi 15 gram. Sedangkan, etanol
yang dihasilkan paling sedikit dihasilkan ditunjukkan
pada hari kelima dengan massa ragi 5
gram.
Dari 3 variasi lama fermentasi, ternyata pada hari kelima
terjadi penurunan
jumlah volume yang kemungkinan disebabkan
karena tidak homogennya reaksi sintesa etanol, baik ketika proses delignifikasi,
hidrolisis maupun fermentasi. Penyebab lain bisa juga dikarenakan kesalahan
prosedur penelitian dan tidak sterilnya alat yang digunakan.
Melalui pendekatan tabel dan grafik di atas, secara kuantitatif didapatkan volume etanol maksimal terjadi pada kondisi operasi
massa
ragi 15 gram dan lama fermentasi 6 hari yaitu 3,6 ml. Dengan persen yield etanol yang
dihasilkan 72,82%.
Sedangkan data kualitatif produk yaitu uji kadar etanol, telah dilakukan
uji analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas (gas chromatografi). Dengan alasan keterbatasan biaya analisa dan sedikitnya volume
produk yang dihasilkan, hanya 4 sampel saja yang dianalisa kadar etanol. Yaitu
sampel 3, sampel 5, sampel 8 dan sampel 9. Pilihan sampel didasarkan pada
jumlah volume produk akhir minimal 2 ml.
Tabel 4.3. Kadar Etanol Hasil Analisa Kromatografi Gas
Vol. Aquadest
|
Massa Bahan Baku
|
Identitas Sampel
|
Lama Fermentasi
|
Vol. Etanol
|
%Yield
|
Kadar Etanol
|
50 ml
|
30 ml
|
Sampel 5
|
4 Hari
|
2,6 ml
|
52,56%
|
2,57%
|
Sampel 8
|
5 Hari
|
2,8 ml
|
56,67%
|
1,01%
|
||
Sampel 13
|
6 Hari
|
3,2 ml
|
64,87%
|
2,23%
|
||
Sampel 15
|
6 Hari
|
3,6 ml
|
72,82%
|
9,49%
|
Analisa kadar
etanol diuji menggunakan alat kromatografi gas jenis kolom carbowix 1500. Pada
uji analisa pada 4 sampel tersebut, etanol tertinggi terkandung pada sampel 9
sebesar 9,49%. Sampel 9 dihasilkan dari hasil fermentasi 6 hari dan massa ragi
15 gram. Hal ini membuktikan bahwa kadar alkohol berbanding lurus dengan massa
ragi dan lama fermentasi.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, dapat
diambil kesimpulan antara lain :
1. Massa ragi dan lama fermentasi mempengaruhi proses
terjadinya fermentasi.
2. Jumlah volume etanol yang dihasilkan berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi.
Maksimum volume etanol yang dihasilkan yaitu pada hari
keenam. Mencapai 3,6 ml.
3. Jumlah kadar etanol yang dihasilkan berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi.
Maksimum kadar etanol yang dihasilkan yaitu pada hari
keenam yakni mencapai 9,49%.
4. Kondisi
variabel fermentasi terbaik dari penelitian ini adalah pada
waktu fermentasi 6 hari dan massa
ragi 15 gram
yang menghasilkan persentase yield sebesar 72,82 %.
Daftar
Pustaka
Anonim.
2009. Wildan
dan Bahan Bakar dari Kelapa. Diakses pada 5 November
2010 dari http:// www.kompetisi.lipi.go.id
Barlina, Rindengan. 1999. Pengembangan Berbagai Produk
Pangan dari Daging Buah Kelapa Hibrida. Indonesian Agricultural Research and Development
Journal.. Diakses pada 5 November
2010 dari http:// www.google.com
Hambali,
Erliza. dkk., 2008. Teknologi
Bioenergi. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Isroi.
2008. Produksi
Bioetanol Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa : Hidrolisis Asam.
Diakses pada 6 November 2010
dari http://www. isroi.wordpress.com
Isroi.
2008. Produksi
Bioetanol Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa : Pretreatment.
Diakses pada 6 November 2010
dari http://www. isroi.wordpress.com
Isroi.
2009. Bioethanol
Selulosa Skala Kecil.
Diakses pada 6 November 2010
dari http://www. isroi.wordpress.com
Tim Penulis. 2011. Modul Praktikum Laboratorium Kimia Analitik
Instrumen. Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya.
Langganan:
Postingan (Atom)